Jakarta, Gatra.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan pasca Presiden Joko Widodo secara resmi memberhentikan Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK melalui Keppres Nomor 129/P/2023 pada tanggal 28 Desember 2023 lalu, kali ini bola panas mengenai pengisian kursi kosong pimpinan kembali berada di bawah Presiden.
Peneliti ICW, Diky Anandya menjelaskan merujuk pada mekanisme formal yang diatur dalam Pasal 33 UU KPK, Presiden akan mengajukan calon anggota pengganti kepada DPR RI yang sebelumnya tidak terpilih dalam proses seleksi tahun 2019 lalu. Dilihat dari ketentuan tersebut, maka saat ini tersisa empat nama calon, yakni, Sigit Danang Joyo, Lutfhi Jayadi Kurniawan, I Nyoman Wara, dan Roby Arya B.
“Dari empat nama tersebut, ada sejumlah catatan yang harus diperhatikan oleh presiden untuk menentukan siapa yang akan diserahkan kepada DPR RI. Pertama, Presiden harus mempertimbangkan jumlah suara yang diperoleh calon anggota pengganti pada saat proses uji kelayakan tahun 2019 lalu,” kata Diky dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (15/1).
Diky menilai hal itu bisa menggunakan metode “Urut Kacang.” Hal ini penting agar selaras dengan historis seleksi sebelumnya. Oleh sebab itu, jika diurutkan dari yang tertinggi, maka urutannya Sigit Danang Joyo (19 suara), Lutfhi Jayadi Kurniawan (7 suara), I Nyoman Wara (0 suara), dan Roby Arya B (0 suara).
Kemudian, lanjut Diky, dengan Pasal 33 ayat (2) UU KPK mengisyaratkan bahwa calon anggota pengganti dipilih sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 29. Pasal tersebut memberikan sejumlah persyaratan, khususnya menyangkut kecakapan, kejujuran, dan integritas moral yang tinggi serta reputasi yang baik.
“Berkenaan dengan hal ini, Presiden harus benar-benar memastikan calon yang dikirimkan ke DPR tidak lagi mengulangi kesalahan pada tahun 2019 lalu. Di mana, dari sepuluh nama yang disetorkan Presiden beberapa waktu lalu kepada DPR masih terdapat nama Firli dan Lili Pintauli Siregar,” jelasnya.
Kedua eks pimpinan KPK itu diketahui dinyatakan bersalah oleh Dewan Pengawas karena terbukti melanggar kode etik.
“Presiden sebaiknya mengirimkan calon tunggal kepada Komisi III DPR RI. Ini untuk mencegah adanya tukar menukar kepentingan antara dua calon dengan anggota legislatif,” imbuh Diky.
ICW menegaskan tiga poin di atas menjadi penting diperhatikan mengingat proses untuk mencari pengganti Firli menjadi sangat krusial saat ini. Masyarakat memiliki harapan tinggi terhadap figur yang kelak menggantikan Firli.
“Meski bukan pekerjaan yang mudah, tapi calon anggota pengganti dituntut untuk mampu memulihkan marwah KPK yang selama ini mendapatkan stigma negatif. Selain itu, calon anggota pengganti pimpinan KPK yang terpilih juga harus mampu bekerja secara independen dan imparsial, mengingat tahun 2024 atau dalam sisa masa periode KPK saat ini, kita memasuki tahun politik, mulai dari pemilu hingga pilkada,” tutupnya.