Jakarta, Gatra.com - Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Ina Primiana mengungkapkan bahwa sektor fintech peer to peer (P2P) lending pada 2023 tetap tumbuh disertai stabilitas risiko yang tinggi. Namun, sektor industti ini masih menghadapai tantangan yang menghadang pada 2024.
Sebagaimana diketahui, pertumbuhan outstanding pembiayaan P2P di November 2023 terus melanjutkan peningkatan hingga 18,05% secara tahunan menjadi sebesar Rp59,38 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding dengan bulan sebelumnya yakni sebesar 17,66% yoy.
Menurut Ina, salah satu tantangan yang dihadapi oleh industri P2P ini adalah tren rasio kredit macet yang semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan peningkatan risiko gagal bayar.
“Cuma masalahnya di sini kredit macetnya semakin naik makanya bayak gagal bayar,” kata Ina dalam acara CORE Economic Outlook Sectoral 2024, Selasa (23/1).
Dalam kesempatan itu, ia mencontohkan beberapa kasus penting yang terjadi pada 2023 lalu di industri P2P. Misalnya, banyak masyarakat yang menggunakan pinjol untuk menonton konser Coldplay. Kemudian ada juga yang menggunakan pinjol untuk trading kripto yang mengakibatkan adanya nyawa yang melayang.
“Karena banyak kejadian OJK menetapkan adanya bunga yang harus lebih ditekan lagi, begitu juga dengan dendanya,” imbuhnya.
Ina juga menjelaskan bahwa sampai saat ini banyak masyarakat yang belum terlayani oleh industri P2P lending. Hal ini membuka peluang potensi perkembangan industri P2P lending lebih luas lagi.
“Industri P2P lending mengalami pertumbuhan, tapi masih banyak masyarakat belum tersentuh, artinya masih bayak peluang untuk perusahaan P2P mendapatkan pangsa ini,” jelasnya.
Diketahui, dilansir dari data OJK, pada Agustus 2023, rasio kredit macet pinjol turun menjadi 2,88%. Nilai tersebut lebih rendah dibanding pada Juli 2023 dengan rasio pinjol bermasalah mencapai 3,47% dari total utang pinjol yang masih berjalan (outstanding loan).