Jakarta, Gatra.com - Usai pemungutan suara, 14 Februari 2024, tahap selanjutnya adalah penghitungan suara oleh Komisi Pemilhan Umum (KPU). Seluruh warga diharapkan sabar menunggu hasilnya resminya dan pasangan calon presiden dan calon wakil mana yang akan memimpin Indonesia. Dengan demikian mengklaim atau merayakan kemenangan saat ini merupakan tindakan melanggar etika.
Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT) menyerukan ditaatinya proses penghitungan suara (real count) yang tengah jalan itu. Kelompok ini mengecam perayaan kemenangan oleh Kubu Pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka (PS-GR) selang tiga jam usai pencoblosan 14 Februari.
Kecamanan serupa juga ditujukan kepada wakil-wakil sejumlah negara asing yang telah memberikan ucapan selamat hanya berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count. Mereka adalah wakil-wakil pemerintah dari Belanda, Ceko, India, Australia, Malaysia dan Singapura.
Dalam siaran persnya, KAPT, yang dipimpin Bambang J Pramono, menganggap hal di atas sebagai sikap yang jauh dari kepatutan. Lebih jauh digambarkan bahwa tindakan politik itu abai memanusiakan orang lain. Dia melihat adanya a web of relationship di balik perayaan terburu-buru itu.
“Agar tercipta keteraturan antar sesama (publik) yang harmonis. Maka, kita harus tunduk dan patuh terhadap aturan main (legal) yang disepakati bersama, khususnya kemenangan Pemilu 2024 ditentukan oleh hasil real count,” ujar Bambang dalam siaran pers yang diterima Gatra.com, Ahad (18/2).
Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, rekapitulasi hasil penghitungan suara terjadwal dimulai pada Kamis, 15 Februari 2024 dan berakhir pada Rabu, 20 Maret 2024.
Membangun narasi atas kemenangan dengan landasan yang rapuh adalah suatu tindakan buta, menabrak etika dan mengabaikan dinamika politik yang terjadi. Suatu tindakan yang mungkin sudah terbiasa dilakukan.
Saat ini publik sedang mencermati perhitungan suara, dan mereka ramai-ramai menampilkan kecurangan pelaksanaan pemilu di media sosial, TV, radio dan antar media lain yang bisa mereka lakukan. "Bahkan, KPU sebagai penyelenggara menyatakan kesilapannya dan meminta maaf atas Sistem SIREKAP yang ternyata tidak memiliki kemampuan valid untuk merekap hasil pemilu," kata Bambang.
Proses kontestasi Pemilu 2024 bukan serta merta mencari pemenang, bukan serta merta perebutan kekuasaan. Dari awal proses Pemilu 2024 kita mendapati bagaimana etika politik, meminjam Franz Magnis, etika politik menuntut agar kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku (legalitas), disahkan secara demokratis (legitimasi demokratis) dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar moral (legitimasi moral). Ketiga tuntutan itu adalah legitimasi normative atau etis karena berdasarkan keyakinan bahwa kekuasaan hanya sah secara etis apabila sesuai dengan tiga tuntutan itu.