Karanganyar, Gatra.com - Sebanyak 67 guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Karanganyar, Jateng kedapatan tak mengajar di sekolah seharusnya. Mereka bekerja di sekolah mana suka. Salah satu alasannya, biar dekat tempat tinggal.
Kelakuan mereka terdeteksi Badan Kepegawaian Nasional (BKN) yang mendapati progres kerjanya mencurigakan. BKN memiliki sistem yang memantau dan mengawasi aktivitas pekerjaan tiap aparatur sipil negara (ASN).
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karanganyar, Agam Bintoro mengatakan BKN memberi catatan itu ke mejanya. Tertera 67 guru PPPK menerima SK pengangkatan dan sekolah tempat mengajarnya definitif. Namun setelah ditelusuri, surat pernyataan menjalankan tugas (SPMT) tidak linier alias mengajar di sekolah lain.
"Ada 67 yang SK dengan SPMT berlainan. Mereka ini dulunya honorer guru sekolah.
Bahwa guru PPPK itu diangkat dan terikat dengan perjanjian kerja sesuai dengan formasi awal, sehingga perubahan yg terjadi hanya status kepegawaiannya bukan formasi atau penempatannya. Dan penempatan formasi ini sudah terkunci tidak bisa digeser," katanya, Jumat (23/2).
Penting diketahui, puluhan guru PPPK itu mulai bertugas terhitung sejak 1 Juni 2023 dan mulai menerima gaji pada Juli 2023. Mereka di gerbong yang sama dengan pengangkatan 548 PPPK di tahun tersebut. Mereka yang menerima SK pengangkatan terdiri atas 493 guru SD, 52 guru SMP dan 3 tenaga teknis.
Agam mengatakan 67 guru PPPK itu sudah dikumpulkan untuk diberi pemahaman. Disdikbud sedang mengembalikan lagi para guru itu ke sekolah sesuai SK.
"Demi tetap menjaga kesinambungan pembinaan karir yang bersangkutan, maka beberapa PPPK itu akan kita kembalikan pada posisi semestinya sesuai kontrak," katanya.
Alasan Guru Ingkari SK Mengajar
Ditanya alasan mereka ingkari SK mengajar, Agam menduga dipicu beberapa faktor. Satu diantaranya sekolah lama tempat mereka mengajar berdekatan rumah. Agam mengatakan SPMT yang dipegang para guru PPPK tersebut ditengarai ilegal. Seharusnya SPMT ditandatangani oleh pejabat berwenang Disdikbud.
"SPMT itu bukan dari pejabat berwenang. Saya enggak mau panjang lebar soal itu. Yang penting 67 PPPK itu dikembalikan pada posisi sesuai kontrak dulu," katanya.
Ia tak memungkiri regrouping sekolah yang memicu problem itu. Faktanya sekolah sudah tinggal kenangan sehingga guru PPPK bingung mau mengajar dimana.
"Itu juga salah satu problem yang kita akan konsultasikan dg BKN dan Kementrian PAN RB," katanya.
Wakil Ketua DPRD Karanganyar Toni Hatmoko meminta Disdikbud segera menangani masalah itu. Puluhan guru PPPK itu sedah mengadu ke dirinya dan meminta dibantu mengkomunikasikan ke Pemkab Karanganyar.
"Khawatirnya kalau SK guru PPPK lain dengan SPMT, jadi temuan BPK. Lalu berimbas pada masalah penggajian. Belum lagi progres kerja yang tidak terpantau sistem," katanya.
Ia membenarkan adanya regrouping sekolah turut mempengaruhi keputusan guru PPPK itu mengajar di sekolah bukan seharusnya.
Kepala BKPSDM Nur Aini Farida mengaku telah mendengar masalah itu. Menurutnya, SK guru PPPK yang berlainan dengan SPMT harus segera diselesaikan dinas terkait terlebih dulu.
"Harusnya SK dengan SPMT sama, alias linier. Kenapa bisa beda, silakan tanya dulu ke pak Agam (Kepala Disdikbud Karanganyar)," kata dia