Jakarta, Gatra.com - Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) melaporkan hingga saat ini performa industri minuman ringan masih belum pulih sejak pandemi Covid-19 dan diprediksi masih akan menghadapi tantangan pada tahun 2024. Hal ini terlihat dari kinerja penjualan minuman ringan, di luar Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang mengalami kontraksi sebesar -2,6% pada tahun 2023.
Ketua Umum ASRIM, Triyono Prijosoesilo menyatakan bahwa kinerja industri minuman yang terkontraksi ini disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari laju inflasi pangan di Indonesia yang naik sehingga dapat berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnya biaya logistik yang dikarenakan oleh kondisi geopolitik yang tidak stabil, hingga meningkatnya harga bahan baku.
"Kemarau berkepanjangan telah mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku," katanya di Jakarta, Rabu (13/3).
Di sisi lain, industri makanan dan minuman (mamin) berkontribusi signifikan terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia serta merupakan salah satu industri penyerap tenaga kerja terbesar. Menurut data Kementerian Perindustrian, pada tahun 2023 industri makanan dan minuman berkontribusi 39,10% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di sektor nonmigas serta 6,55% terhadap PDB nasional. Hingga saat ini, menurut data BPS, industri mamin mempekerjakan sekitar 300.000 pekerja di seluruh rantai pasokan.
Data BPS 2022 mengungkapkan bahwa sektor manufaktur menyerap hingga 14,2% dari jumlah pekerja di seluruh Indonesia. Salah satu yang menyumbang penyerapan terbesar berasal dari industri makanan dan minuman. Data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja pada industri makanan dan minuman mencapai 4,23% dari jumlah pekerja di seluruh Indonesia.
Meski tingkat penjualan secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 3,1% dari 2022 hingga 2023, tetapi di luar penjualan AMDK, industri minuman mengalami kontraksi. Menilik pada kategori yang lebih mendalam, data Nielsen tahun 2023 menunjukkan bahwa kinerja kategori Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2023 turun drastis untuk seluruh jenis minuman, dengan penurunan terdalam pada minuman air teh kemasan yang mengalami penurunan sebesar 11,9% dari 2022 ke 2023.
"Industri minuman ringan masih memerlukan waktu untuk kembali pada pertumbuhan yang stabil. Dan diharapkan ke depannya, implementasi dari kebijakan yang akan diambil dapat tepat sasaran dengan mempertimbangkan kondisi yang ada, serta untuk melakukan evaluasi berkala terhadap dampak yang terjadi di industri," ujar Triyono.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin RI, Merrijantij Punguan Pintaria menyampaikan bahwa pemerintah terus mendlrlng pemulihan kinerja industri minuman lewat berbagai program.
"Seperti program pameran produk makanan dan minuman di dalam dan di luar negeri, restrukturisasi mesin peralatan, mendorong pemberian berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance dan super deduction tax, serta mendorong transformasi digital menuju industri 4.0. Kami berharap kinerja industri minuman bisa kembali tumbuh positif seperti sebelum pandemi," ucapnya dalam kesempatan yang sama.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal juga mengungkapkan bahwa industri minuman ringan masih akan menemui tantangan dalam pertumbuhan usahanya. Misalnya, akan terjadi penurunan daya beli masyarakat karena konsumen yang semakin selektif terhadap pos pengeluaran.
"Untuk itu, diharapkan peran pemerintah dalam mengambil kebijakan yang menentukan nasib industri minuman ringan," ucap Faisal.