Jakarta, Gatra.com - Tujuh orang anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negara (PPLN) Kuala Lumpur divonis bersalah telah memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
“(Para Terdakwa telah) terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak Pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih baik sebagai yang menyuruh melakukan ataupun yang turut serta melakukan,” ucap Ketua Majelis Hakim, Buyung Dwikora saat membacakan putusan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (21/3).
Para terdakwa dijatuhkan vonis berupa pidana penjara selama 4 bulan dengan masa percobaan selama 1 tahun. Jika dalam masa percobaan masing-masing terdakwa melakukan tindak pidana hukum yang menyebabkan ada putusan pidana dari hakim, para terdakwa akan divonis penjara selama 4 bulan penjara.
“Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani apabila di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 tahun berakhir,” lanjut hakim.
Selain itu, para terdakwa juga divonis untuk membayarkan masing-masing sebesar Rp5 juta rupiah. Jika denda ini tidak dibayarkan, para terdakwa masing-masing dijatuhkan pidana penjara selama 2 bulan.
Perbuatan para terdakwa telah melanggar pasal 544 UU RI No 7 tahun 2017 tentang Pemilu jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Putusan vonis dari hakim ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa menuntut enam orang terdakwa, yaitu Ketua PPLN Kuala Lumpur, Umar Faruk; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan, Tita Octavia Cahya Rahayu; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi, Dicky Saputra; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM, Aprijon; Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi, Puji Sumarsono; dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Khalil dengan pidana penjara selama 6 bulan dengan masa percobaan selama satu tahun.
Sementara, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad dituntut hukuman berupa 6 bulan penjara karena Masduki dinilai telah menyelewengkan kewenangannya dalam proses perekrutan Pantarlih Luar Negeri Kuala Lumpur yang menyebabkan terdapatnya pantarlih fiktif.
Para terdakwa juga dituntut untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp10 juta. Jika tidak dibayarkan, diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan. Sebelum membacakan putusan, majelis hakim menyampaikan sejumlah hal-hal yang memberatkan para terdakwa.
“Hal memberatkan, para terdakwa selaku penyelenggara pemilihan umum seharusnya melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku dengan kehati-hatian,” lanjut Hakim Ketua Buyung Dwikora.
Selanjutnya, akibat perbuatan para terdakwa, negara harus mengadakan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia.
Sementara, untuk hal-hal meringankan, rangkaian tindak pidana para terdakwa mulai dari penetapan DPT hingga pemungutan suara sudah dianulir dan telah dinyatakan tidak sah oleh KPU RI atas rekomendasi Bawaslu RI dan dilaksanakan pemungutan suara ulang pada tanggal 10 Maret 2024.
“Hal meringankan, para terdakwa belum pernah dipidana sebelumnya, para terdakwa sebagian besar adalah mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Malaysia, dan para terdakwa kecuali terdakwa 2 dan 3 mempunyai tanggungan keluarga,” ucap hakim lagi.