Jakarta, Gatra.com - PPP mengajukan gugatan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil perolehan suara pada Pileg 2024. Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi, mengatakan, gugatan PHPU ini diajukan untuk mengembalikan sejumlah suara PPP yang hilang.
“Kami mengajukan gugatan khususnya terkait dengan suara PPP yang patut diduga hilang di sejumlah daerah pemilihan sehingga menyebabkan angka kami dalam rekapitulasi KPU itu hanya menembus angka 3,87 persen. Artinya, di bawah ambang batas,” ucap Achmad Baidowi di Gedung MK, Jakarta, Sabtu malam (23/3).
Baidowi menyampaikan, gugatan PPP paling tidak memuat dugaan suara hilang di 18 provinsi dan sekitar 30-an dapil. Jika ditotal, suara yang hilang ini diperkirakan berjumlah lebih dari 200 ribu suara.
Kalau perolehan suara PPP berdasarkan perhitungan KPU, yaitu 5.878.777 suara, ditambah dengan jumlah suara yang diduga hilang, suara PPP akan lebih dari 6 juta yang setara dengan 4,04 persen. Artinya, PPP akan berhasil lolos ke Senayan.
Baidowi pun memberikan satu contoh dapil yang hilang suaranya, yaitu di Papua Pegunungan.
“Salah satunya di Papua Pegunungan. Bahkan, tadi ada calegnya sendiri dateng. Dia bawa C1 dia. Itu sebanyak lebih dari 5 ribu. Tapi, cek di hasil rekapitulasi nasional, itu tertulis 200 sekian. Yang ribuan itu ke mana?” kata Baidowi.
Ketua Lembaga Advokasi Bantuan Hukum (LABH) DPP PPP, Erfandi, mengatakan, ada tiga permohonan utama dalam gugatan PHPU PPP ke MK.
“Pertama, kita ini [memohon] untuk bisa menghadirkan keadilan substansial. Kita minta MK untuk memberikan kesempatan sekaligus PPP untuk mendapatkan kursi di DPR,” ucap Erfandi saat mendampingi Tim Hukum PPP di Gedung MK.
Kemudian, permohonan kedua, PPP meminta agar suara-suara yang hilang dapat dikembalikan.
Erfandi menegaskan, berdasarkan bukti-bukti dan survei internal yang dilakukan PPP, hasil temuan mereka selaras dan menunjukkan kalau perolehan suara PPP sudah berada di ambang batas 4 persen.
“Ketiga, [memohon agar dilaksanakan] pemungutan suara ulang (PSU) untuk tempat-tempat yang noken, terutama di Papua,” lanjutnya.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Achmad Baidowi, PPP sudah mendaftarkan gugatan PHPU mereka kepada MK sekitar pukul 20.00 WIB. Namun, ketika memberikan keterangan pada wartawan sekitar pukul 22.15 WIB, berkas PHPU dari PPP beserta bukti-bukti utama mereka belum diterima atau diproses oleh pihak MK.
Dipantau melalui situs resmi MK, mkri.id, hingga pukul 02.19 WIB, Minggu (24/3), gugatan PHPU dari PPP masih belum mendapatkan nomor akta pengajuan permohonan pemohon (APPP) sehingga belum tercantum dalam sistem.