Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto buka-bukaan terkait dosa-dosa Presiden Jokowi terkait proses berlangsungnya Pemilu 2024. Ia menyebutnya kotak Pandora presiden. Hasto kini tak sungkan blak-blakan meski pernah satu kubu dengan Jokowi di dua periode pemerintahan ke belakang.
Kotak Pandora yang pertama ialah terkait supremasi hukum yang diselewengkan menjadi supremasi kekuasaan. Menurut Hasto, kondisi ini membuat pemilu yang seharusnya menjadi ajang peningkatan kualitas peradaban bangsa, malah menjadi instrumen legalitas perpanjangan kekuasaan Presiden Jokowi melalui praktik nepotisme.
“Dan ini sangat berbahaya, misalnya kemarin muncul berita, Mas Bobby mau menjadi calon gubernur, sekretaris Bu Iriana mau menjadi walikota Bogor. Nah, ini akibat dampak kotak Pandora yang pertama yang menguntungkan dewa-dewa, dan bukan rakyatnya,” ujar Hasto dalam diskusi publik bertajuk Membuka Kotak Pandora Jejak Kejahatan dalam SIREKAP Pemilu 2024, Minggu (7/4/2024).
Kotak Pandora kedua terkait dengan sikap kenegarawanan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman. Ia merupakan ipar Jokowi atau paman Gibran Rakabuming Raka. Gibran memenuhi syarat menjadi cawapres melalui keputusan kontroversial MK yang dipimpin Anwar Usman kala itu dan kini Gibran berhasil menjadi cawapres terpilih 2024.
Hasto menyoroti bahwa sikap kenegarawanan harus dimiliki oleh seorang hakim konstitusi. Hakim MK tercatat menjadi satu-satunya pejabat tinggi negara yang wajib menjunjung tinggi sikap kenegarawanan, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
“Sikap kenegarawanan hakim MK oleh Anwar Usman direduksi menjadi sikap kekeluargaan. Jadi ketika ini direduksi maka akibatnya ini mematikan peran dari MK sebagai the guardian of democracy. Di mana lagi kita punya benteng konstitusi dan demokrasi ketika oleh Anwar Usman ini dibuka sehingga sikap kenegarawanan menjadi sikap kekeluargaan?” tanya Hasto.
Selanjutnya, Hasto juga menunjuk hidung aparatur-aparatur negara yang menurutnya bertindak tidak netral selama tahapan pemilu berlangsung. Ia kerap mendapat laporan adanya tindakan intimidasi dari aparat negara, termasuk kepada para relawan PDI Perjuangan. “Tidak mungkin ini tanpa perintah yang tertinggi,” ujarnya.
Terlebih lagi, Hasto khawatir kondisi ini bisa berefek buruk panjang terhadap iklim politik nasional ke depan. Ia khawatir krisis politik ini menciptakan situasi politik yang dikuasai hukum rimba. Ia bahkan sudah melihat banyak calon-calon kepala daerah yang urung mencalonkan diri menjadi kepala daerah. “Bahkan ada yang tidak mau untuk maju menjadi kepala daerah karena mereka tahu abuse of power Presiden Jokowi ini telah menciptakan harga poliitk yang mahal,” ujarnya.
Hasto melihat sudah ada calon-calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang akan bertarung pada Pilkada November 2024 nanti sedang sibuk mencari dana untuk mencalonkan diri. Tujuannya adalah untuk menggerakkan logistik dan preferensi pemilih, sebagai alat politik uang (money politics), dan pengerahan instrumen-instrumen desa. “Ini menjadi matinya demokrasi, sehingga banyak pilihan presiden itu serasa pilihan kepala desa, katanya.
Kotak Pandora berikutnya ialah pengerahan bantuan beras untuk keluarga miskin. Hasto khawatir dengan intervensi pemerintah melalui penyaluran beras raskin, preferensi pemilih menjadi bergeser dan itu akan berpengaruh pada pilihan pemilih di bilik suara.
“Testimoni dari Bu Risma, ada surat dari Kepala Badan Penanggulangan Pangan, yang dananya belum jelas, di mana 22 juta keluarga diintervensi dengan raskin 10 kilogram per keluarga. Artinya kalau satu keluarga kita ambil empat saja orang yang terpengaruh, berarti itu paling tidak 80 juta orang [terpengaruh oleh bantuan raskin],” katanya.
Terakhir, Hasto menyoroti para penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu, dan lembaga-lembaga survei. Menurutnya, ketiga elemen tersebut justru malah menjadi bagian dari strategi pemenangan pemilu. Ia pun menyinggung layanan Sirekap.
“Jadi Sirekap itu instrumen legalitas yang dipakai itu muara dari kotak Pandora tadi. Ketika harusnya menjadi wasit, malah jadi pemain, baik secara langsung atau tidak langsung,” ujar Hasto.
Di sisi lain, pihak Mahkamah Konstitusi (MK) enggan memanggil Presiden Jokowi ke dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Salah satu hakim MK, Arief Hidayat, mengatakan bahwa jika MK memanggil Jokowi, maka itu menjadi tidak elok.
“Karena presiden sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan. Kalau hanya sekedar kepala pemerintahan akan kita hadirkan di persidangan ini. Tapi, karena presiden sebagai kepala negara, simbol negara yang harus kita junjung tinggi oleh semua stakeholder,” ucap Arief seperti dilansir Antara.