Home Pendidikan Protes Kenaikan UKT ke DPR, Ketua BEM UNY Diintimidasi Rektorat

Protes Kenaikan UKT ke DPR, Ketua BEM UNY Diintimidasi Rektorat

Sleman, Gatra.com – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Farras Raihan, mengaku mendapat intimidasi dan tekanan dari rektorat usai dirinya menolak kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di Komisi X DPR RI, Kamis (16/5) lalu.

Rektorat UNY disebut mengancam untuk mencabut beasiswa Bidikmisi yang diperoleh Farras dan menaikkan golongan UKT beberapa mahasiswa, termasuk Raihan Ammar, Wakil Ketua BEM UNY. Bahkan keduanya mengaku ditekan untuk mengundurkan diri dari UNY karena dianggap berbuat tidak sesuai kebijakan kampus.

Laporan ini disampaikan Farras dan Ammar di kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (20/5).

“Sejak UNY ditetapkan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH), penetapan UKT dan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) sangat tinggi. Sebelum menjadi PTN BH ada tujuh golongan UKT, setelah itu meningkat menjadi 10 golongan,” kata Farras.

Menurutnya, dari kajian BEM UNY, penentuan kenaikan UKT dan IPI tidak transparan. Beberapa audiensi setelah penetapan UKT pada April lalu juga tidak mencapai titik temu.

Selain itu, dalam beberapa pertemuan dengan pihak Rektorat UNY untuk membicarakan kegiatan BEM, Farras dan Ammar menyebut mendapat perkataan bahwa kalau mereka "berbuat aneh-aneh" akan "disikat".

Farras menyatakan intimidasi dan tekanan dari Rektorat UNY agar mereka tidak mempersoalkan kenaikan UKT makin intens setelah mereka pulang dari mengikuti agenda dengar pendapat yang digelar Komisi X DPR RI.

“Kami dilarang mempertanyakan transparansi kenaikan UKT karena dinilai tidak perlu tahu soal itu. Hanya ditegaskan, UKT yang ditetapkan hanya menutup sekian persen biaya operasional perguruan tinggi,” lanjutnya.

Sekretaris Direktorat Akademik Kemahasiswaan dan Alumni UNY, Guntur, saat dikonfirmasi di kantornya membenarkan adanya kenaikan UKT. Namun, ia menjelaskan, kenaikan itu hanya untuk mahasiswa baru tahun ajaran 2024/2025.

Menurutnya, ridak ada kenaikan UKT untuk mahasiswa lama. "Kenaikan UKT ini ditetapkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui surat tentang rekomendasi kenaikan UKT dan IPI. Pasalnya Kemendikbud Ristek menilai UKT UNY paling rendah dibandingkan PTN lainnya,” jelas Guntur.

Sebelum menentukan kenaikan UKT dan IPI, menurut dia, Rektorat UNY telah meminta dekan dan kaprodi di masing-masing fakultas untuk menyusun draf. Setelah ditetapkan, kenaikan UKT dan IPI disosialisasikan ke organisasi yang mewakili mahasiswa, terutama BEM.

Berdasarkan SK Rektor, ia menjelaskan, UKT bagi mahasiswa baru dibagi menjadi 10 golongan. Golongan terendah adalah golongan 1 dengan UKT sebesar Rp500 ribu dan tertinggi di golongan 10 sebesar Rp9,2 juta.

“Mayoritas mahasiswa UNY ini masuk dalam golong UKT 4 dan 5 yang besarnya Rp3,9 juta - Rp4,6 juta. Beberapa ada yang masuk golongan 10 namun sangat sedikit,” paparnya.

Guntur menyangkal bahwa Rektorat UNY melakukan intimidasi ke mahasiswa yang memprotes kenaikan UKT. Guntur bahkan menantang kepada pihak yang menyatakan bahwa mahasiswa akan dicabut beasiswanya jika memprotes kenaikan UKT untuk bertemu dengannya.

Namun Guntur keberatan dengan tampilnya Ketua BEM UNY di DPR RI. Pasalnya, kehadiran Farras tanpa mendapatkan izin dari Rektor sehingga ucapannya tidak mempresentasikan UNY. Bahkan Guntur menganggap mahasiswa yang berbicara di forum DPR RI itu bukanlah Ketua BEM UNY.

“Saya tidak bilang memberangus demokrasi. Namun setiap mahasiswa, ketika berbicara keluar mengenai UNY, harus mendapatkan surat tugas dari Rektor. Mereka tidak izin, rumahnya tidak pernah dipamiti. Mereka adalah anak-anak kami yang masih kita bina,” ujarnya.

Kepala ORI DIY Budhi Mashuri usai menerima laporan mahasiswa UNY, menegaskan pihaknya akan melakukan verifikasi kepada terlapor. Jika ditemukan bukti adanya pelanggaran maladministrasi, ORI akan melakukan investigasi dan pemeriksaan.

181