Home Nasional UKT Mahal, Mahasiswa Ancam Aksi Besar-Besaran dan Duduki Kemendikbudristek

UKT Mahal, Mahasiswa Ancam Aksi Besar-Besaran dan Duduki Kemendikbudristek

Jakarta, Gatra.com – Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta menolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Mereka akan menggalang kekuatan untuk menolak Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 tentang Kenaikan UKT yang menjadi biang persoalan.

Mereka akan menggelar aksi besar-besaran turun ke jalan dan menggeruduk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) hingga menduduki dan menyegelnya jika beleid itu tidak segera dibatalkan atau dicabut.

“Kita pastikan bukan hanya turun aksi, kita pastikan kantor Kemendikbud akan kita kuasai dan akan kita segel untuk pembebasan kemerdekaan pendidikan,” kata Namsianto Wakhid, Ketua BEM ITB Ahmad Dahlan Jakarta.

Dia menyampaikan pernyataan tersebut dalam diskusi bertajuk “Pendidikan Mahal! Orang Miskin Dilarang Sekolah!!!” yang merupakan rangkaian kegiatan dari Peringatan 26 Tahun Reformasi di Front Penyelamat Reformasi Indonesia, Jakarta, pada Kamis petang (23/5).

Menurutnya, aksi besar-besaran harus dilakukan sebagai pertanggungjawaban mahasiswa untuk merespons dan meluruskan kebijakan yang tidak prorakyat, khususnya masyarakat kecil. Terlebih lagi, konstitusi menyatakan bahwa pemenuhan hak atas pendidikan merupakan tanggung jawab negara.

“Akan kita luruskan bahwasannya hari ini kita sebagai mahasiswa juga harus bertanggung jawab akan isue ini. Bagaimana kita mengawal dan mengingatkan pemerintah, khususnya Kemendikbud dan presiden,” ujarnya.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta, Rahman Hakim, mengatakan, penaikan UKT ini sangat menyulitkan, khususnya bagi masyarakat kecil.

“Ini sangat berampak pada masyarakat kecil, terutama anak-anak nelayan, anak-anak buruh, dan petani. Itu [Permendikbud] malah mempersempit wong cilik untuk melanjutkan di perguruan tinggi,” kata dia.

Menurutnya, negara harusnya hadir. Terlebih lagi dana dari APBN untuk pendidikan ini selalu meningkat setiap tahunnya. “APBN yang dikucurkan untuk pendidkan saat ini sekitar Rp665 trilun. Seharunya orang-orang kecil seperti saya yang telahir dari keluarga nelayan, itu lebih mudah mengakses pendidikan di perguruan tinggi,” ujarnya.

Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Muhammad Rifqi Soekarno (Karno), menyampaikan, penaikan UKT ini merupakan pengingkaran terhadap UUD karena para pejabat memasukkan pendidikan ini ke pasar bebas.

Menurut Karno, ini memantik mahasiswa untuk kembali melakukan aksi menentang kenaikan UKT setelah sebelumnya sempat mereda gegara pandemi Covid-19. “Sekarang [aksi-aksi] hadir kembali setelah Kemendikbud menerbitkan [Permendikbud], UKT dapat melonjak lebih tinggi,” katanya.

Mahasiswa Universitas Trisaksi (Usakti) Jakarta, Dimas Setiawan, menyampaikan, semua warga negara Indonesia wajib mendapatkan pendidikan yang setara dan gratis bukan hanya sampai SMA, tetapi juga harusnya sampai perguruan tinggi (PT).

Ia berpendapat, mahalnya biaya pendidikan di Indonesia karena pendidikan itu diciptakan oleh kaum ningrat agar mereka bisa memenuhi pasar dunia kerja. Sementara rakyat miskin tidak bisa bersaing dan menembus pasar kerjaa karena sulit untuk mengakses dunia pendidikan lantaran mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.

“Itu jelas kebeliger sekali, maka generasi muda tidak akan unggul, maka saya bilang bukan Generasi Emas 2045, tapi Indonesia bangkurut 2045, kira-kira kan begitu,” ucapnya.

Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Yukenriusman Hulu, menegaskan, tidak ada kata lain bahwa kenaikan UKT ini harus dilawan. “Ketika UKT ini mahal maka hanya satu kata sebagai mahasiswa, lawan! Engga ada kata lain,” ujarnya lantang.

Para mahasiswa juga menyatakan, bukan hanya Mendikbudristek Nadiem Anawar Makarim yang harus dievaluasi dan diminta pertanggungjawaban. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun harus dievaluasi dan dimintai pertanggungjawaban soal sengkarut ini. Pasalnya, dia yang memilih dan mengangkat menteri.

Terlebih lagi, para mahasiswa menyatakan bahwa tidak ada visi menteri, melainkan yang ada adalah visi presiden. Ironisnya, ketika menterinya gagal dan ditangkap karena korupsi misalnya, presiden malah buang badan alias tidak mau bertanggung jawab.

“Itulah presiden kita, makanya UKT itu bukan uang kuliah tunggal, tapi uang kuliah tingi. Coba evaluasi pendidikan, Nadiem, dan Jokowi,” katanya.

131