Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjawab respon dan masukan terkait keputusan memasukkan sastra ke dalam Kurikulum Merdeka.
Salah satu masukan terkait Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra. Beberapa pihak menilai ada sejumlah karya yang justru menyebarkan nilai-nilai kurang tepat, seperti narasi seksual dan kekerasan fisik.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan, terkait muatan yang dipertanyakan pada beberapa karya yang direkomendasikan tim kurator perlu dibaca dalam konteks karya tersebut secara utuh.
"Karena tim kurator telah memiliki pertimbangan yang matang ketika mengusulkan judul-judul tersebut," kata pria yang akrab disapa Nino ini dalam kegiatan diskusi dengan media di Jakarta, Jumat (31/5).
Secara lebih luas, Nino juga menyebut program sejatinya bertujuan memperkenalkan sastra Indonesia kepada murid dan guru sebagai bahan ajar untuk mengembangkan literasi dan pendidikan karakter.
Jika digunakan dengan baik dalam pembelajaran, karya sastra bukan hanya bisa menumbuhkan minat baca, tetapi juga sangat potensial untuk mengasah nalar, empati, serta nilai-nilai kemanusiaan.
“Untuk mencapai tujuan itu, kami membentuk tim kurator yang terdiri dari sastrawan, akademisi, dan guru agar program Sastra Masuk Kurikulum dapat diterima oleh para murid,” ujarnya.
Selain itu, Nino juga menilai karya sastra memberikan nilai-nilai keutamaan tersendiri dibandingkan dengan karya lainnya. Dia berharap karya sastra dapat membantu guru untuk menggali pemikiran sekaligus empati para murid.
“Tanpa adanya karya sastra, sulit bagi guru untuk membawa murid ke alam pikir dan alam perasaan untuk mendalami sebuah pembelajaran. Walaupun begitu ini tidak diwajibkan untuk diajarkan oleh guru karena kami sadar juga bahwa kapasitas guru berbeda-beda,” ungkap Nino.
Terakhir, Nino berjanji semua masukan akan membantu agar program ini dapat terus diperbaiki dan diimplementasikan dengan efektif.
“Saya rasa kita semua sepakat bahwa karya sastra dapat menjadi bahan belajar yang penting dan perlu dipelajari oleh lebih banyak murid,” beber dia.
Di kesempatan yang sama, Sastrawan sekaligus salah satu kurator dalam Program Sastra Masuk Kurikulum, Okky Madasari menyadari bahwa perlu kemampuan mendalam untuk memahami sebuah karya sastra. Oleh karena itu, pelajaran sastra diyakini akan mendorong siswa berpikir secara kritis.
Bicara soal proses kurasi, Okky mengatakan proses yang dilakukan pihaknya berangkat dari kriteria Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Dalam proses itu, kata dia, para kurator melihat sebuah nilai yang dapat diambil dari kegiatan belajar mengajar melalui Pelajaran dengan buku ajar karya sastra.
“Karya sastra adalah ruang interpretasi dan ada peran guru untuk memantik diskusi dengan para murid. Sehingga ini akan meningkatkan daya pikir kritis dan kami meyakini ini sejalan dengan tujuan dari kurikulum itu sendiri,” tutur dia.