Home Nasional PBNU Tolak Konsesi Tambang yang Berpotensi Rugikan Masyarakat

PBNU Tolak Konsesi Tambang yang Berpotensi Rugikan Masyarakat

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah resmi mengizinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bakal menjadi ormas pertama yang mendapatkan hak konsesi tambang.

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, secara tegas menolak konsesi tambang yang terletak di pemukiman warga atau pada lahan yang merupakan hak ulayat. Oleh karena itu, PBNU tidak serta-merta menyetujui lokasi konsesi tambang yang diberikan oleh pemerintah.

"Jika NU diberi konsesi di tengah pemukiman tentu saja kami tidak akan mau, atau dikasih konsesi yang di situ ada klaim hak ulayat, tentu tidak bisa, tentu kita tidak mau. Kita harus melihat dulu di mana tempatnya, konsesinya di mana," jelas Gus Yahya dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Kamis (6/6).

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 telah diubah menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, mengatur mengenai konsesi tambang. Peraturan baru ini, pada Pasal 83A, memungkinkan ormas keagamaan untuk mengelola WIUPK.

Gus Yahya menegaskan bahwa NU sangat peduli terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, NU sepenuhnya mendukung gerakan-gerakan yang dipelopori oleh para aktivis lingkungan hidup.

Para aktivis ini, menurut Gus Yahya, dalam memperjuangkan idealismenya harus mempertimbangkan strategi dan metode yang tidak menimbulkan masalah kriminalisasi.

Lebih lanjut, Gus Yahya menegaskan bahwa NU mendukung idealisme dan nilai-nilai moral terkait kemaslahatan lingkungan hidup untuk masyarakat umum.

"Tentu saja NU dalam hal ini mendukung gerakan-gerakan dari para aktivis yang peduli pada lingkungan hidup dan meminta agar mereka tidak dikriminalisasi," jelas Gus Yahya.

Gus Yahya menekankan pentingnya pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), terutama tambang, oleh Indonesia. Ia menginginkan agar kekayaan ini menjadi milik bangsa Indonesia dan dimanfaatkan secara bersama.

"Parameternya harus memenuhi kepentingan-kepentingan terkait kemaslahatan umum, terkait lingkungan hidup. Menurut saya, UU, peraturan dan regulasi, itu tidak cukup, biasanya regulasi-regulasi itu biasanya diakali, tapi kalau kita punya konsensus nasional ini bisa menjadi dasar pengawasan dan pengendalian ke depan," katanya.

Gus Yahya juga menolak kepemilikan SDA atau tambang di Indonesia oleh perorangan. Oleh karena itu, NU perlu menyiapkan pola pengelolaan yang tepat sejak awal.

"Kita perhatikan sejak awal, maka sejak awal, konsensus (SDA dan tambang) tidak boleh jatuh kepada pribadi-pribadi," tegasnya.

159