Home Ekonomi Indef: Jokowi Wariskan 6 Masalah Negeri, dari Pertumbuhan Ekonomi Hingga Manufaktur

Indef: Jokowi Wariskan 6 Masalah Negeri, dari Pertumbuhan Ekonomi Hingga Manufaktur

Jakarta, Gatra.com - The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan bahwa, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membebankan berbagai permasalahan yang ada di Indonesia kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Setidaknya ada enam persoalan yang harus dipikul Prabowo pada 2025 mendatang.

“Presiden baru ini masih menggendong persoalan lama, apalagi kalau kita liat beberapa persoalan lama ini masih saja menjadi beban bagi pemerintahan baru,” kata Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti dalam acara Seminar Nasional dan Kajian Tengah Tahun INDEF 2024 “Presiden Baru, Persoalan Lama”, Selasa (25/6).

Esther menjelaskan, persoalan pertama yakni kualitas pertumbuhan ekonomi yang saat ini relatif menurun, yang akhirnya konsumsi masyarakat menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

“Padahal kalau kita lihat, mesin-mesin pertumbuhan ekonomi ini tidak hanya konsumsi rumah tangga tetapi investasi, ekspor, belanja pemerintah, pajak, sekaligus dengan transfer," jelasnya.

Kemudian, persoalan yang kedua yakni daya beli yang terus menerus turun, di tengah kebijakan fiskal Indonesia yang masih sangat ketat.

“Apalagi presiden terpilih sudah mencanangkan rasio pajak harus naik sekitar 23%, artinya generate income pajak harus ditingkatkan, itu yang harus dilihat lagi,” imbuhnya.

Selanjutnya, persoalan yang ketiga adalah adanya kebijakan moneter yang ketat, saat ini kondisi ekonomi baik fiskal dan moneter masih ketat. Hal ini ditandai dengan tingkat suku bunga yang terus menerus menaik, dan nilai tukar rupiah yang berfluktuasi ke level Rp16.400 per dolar Amerika Serikat (AS).

“Sehingga ini adalah keadaan kondisi ekonomi yang relatif sulit, jadi awalan untuk pemerintahan presiden terpilih nanti,” jelasnya.

Lebih lanjut, untuk persoalan keempat yakni fleksibelitas fiskal yang menurun dengan rasio pajak dikisaran 8-10%. Kemudian, untuk rasio utang dikisaran 38%, ditambah dengan kebijakan PPN yang naik dari 11% menjadi 12%, sehingga ruang fiskal Indonesia menjadi lebih sempit.

“Ke depan, mau tidak mau generate more income atau revenue state itu harus terus diupayakan,” imbuhnya.

Persoalan kelima yakni, performa industri manufaktur yang mengalami penurunan, terlebih impor bahan baku masih membengkak, disebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi. Sehingga industri manufaktur dan lainnya yang menggantungkan diri kepada bahan baku impor akan sangat terdampak.

Terakhir, persoalan keenam yakni fungsi intermediasi dari sektor keuangan, dimana penerima kredit masih terbatas. “Artinya NIM (net interest margin) kita dirasa masih sangat tinggi, apalagi dengan kebijakan tingkat suku bunga yang masih tinggi, nilai tukar masih volatil, ini menjadi beban yang harus diurai pada pemerintahan presiden terpilih,” pungkasnya.

197