Bandung, Gatra.com- Kejaksaan Tinggi Jawa Barat berhasil menangkap Alex Denni, terpidana korupsi dana PT Telkom tahun 2003 dengan bantuan Imigrasi Bandara Soekarno Hatta. Alex ditangkap saat diduga hendak melarikan diri ke luar negeri.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar, Dwi Agus Afrianto menyatakan bahwa Alex telah divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung pada 2007. Meskipun ia mencoba mengajukan kasasi pada 2013, usahanya tidak berhasil.
"Yang bersangkutan untuk selanjutnya akan diproses eksekusi di Kejari Kota Bandung," ujarnya, Jumat (19/7)
Kasus ini terkait dengan pengadaan jasa konsultan analisis jabatan atau district job manual (DJM) pada 2003, di mana Alex adalah Direktur Utama PT Parardhya Mitra Karti.
Sementara itu, Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Kota Bandung, Wawan Setiawan, menjelaskan bahwa pihaknya melakukan operasi khusus pada malam hari hingga dini hari. Selama dua minggu terakhir, Kejari Kota Bandung telah melakukan pencekalan terhadap Alex Denni.
"Berdasarkan informasi yang kami terima yang bersangkutan ini hendak pergi ke luar negeri tepatnya Italia bersama keluarganya. Nah, kemarin kami dapat informasi dari Kejaksaan Agung bahwa pencekalan sudah dilakukan di Bandara Soekarno Hatta dan kami berkoordinasi dengan kasi cekal Kejaksaan Agung Dir A untuk menjemputnya," kata Wawan di Kejari Kota Bandung.
Kasi Pidsus Kejari Kota Bandung, Ridha Nurul Ihsan menambahkan bahwa keluarga Alex telah diberitahu mengenai penahanan ini. Kasus ini telah berlangsung sejak 2006, tetapi pada 2013 tersangka mengajukan kasasi. Malam tadi, Kejari melakukan eksekusi dan menyerahkan Alex ke Lapas Sukamiskin.
Sebagai informasi Alex Denni pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Sumber Daya Manusia, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2020 silam. Menteri BUMN Erick Thohir melantik dia sebagai Pejabat Pimpinan Tinggi Madya atau setingkat Eselon I di lingkungan Kementerian BUMN pada 3 Maret 2020 lalu.
Kepala Kejari Kota Bandung, Irfan Wibowo, mengonfirmasi bahwa Alex Denni memegang dua posisi penting di Kementerian BUMN dan Kementerian PAN-RB dengan status ASN eselon I.
"Jadi, memang selama ini bukan sengaja dibiarkan melainkan memang kami melaksanakan putusan tentu menunggu putusan resmi juru sita pengadilan. Dari 11 tahun itu belum sampai ke kami, melainkan baru di April 2024," ujarnya.