Karanganyar, Gatra.com - Kejaksaan Negeri Karanganyar, Jateng menduga penyertaan modal APBD ke BPR Bank Karanganyar Rp4,4 miliar dikorupsi. Di bank milik pemerintah kabupaten Karanganyar itu, terjadi pula kredit ke nasabah Rp3 miliar macet. Penyidik mendapati dua perkara ini ulah oknum pejabat di BPR itu.
Kepala Kejaksaan Negeri Karanganyar, Robert Jimmy Lambila mengungkap modus uang negara dikuasai oknum itu. Dari seharusnya penyertaan modal untuk mengembangkan usaha BPR Bank Karanganyar, malah uangnya disimpan ke lembaga perbankan lain dalam bentuk deposito. Anehnya lagi, belum waktunya diambil, dananya malah ditarik oknum itu secara tunai maupun non tunai. Robert mengatakan, oknum itu bekerjasama dengan oknum pegawai di lembaga perbankan yang melayani jasa deposito itu, yakni BPRS Dana Mulya Solo. Dana yang akan ditarik sudah terlebih dulu ditransfer ke rekening nasabah sejumlah bank konvensional. Dari situlah penarikan uang dilakukan.
"Penarikan uang deposito di BPRS Dana Mulya Solo melalui rekening bank lain itu terjadi sejak 2019 sampai akhir 2022. Ada upaya pencucian uang. Dari semula Rp4,4 miliar hingga saldo tersisa hanya Rp900 ribu," katanya, Rabu (24/7).
Dalam praktik itu, jaksa menduga dilakukan secara sengaja oleh oknum pegawai BPR Bank Karanganyar dan BPRS Dana Mulya untuk mereguk keuntungan pribadi. Kajari mengatakan nilai kerugian itu untuk skala BPR, relatif besar. Para pelaku tak boleh dibiarkan melenggang begitu saja. Ia sudah memberi kesempatan mereka mengembalikan uang yang diselewengkan, namun tak dilakukan sampai akhirnya penyelidikan dinaikkan statusnya menjadi penyidikan.
"Kami selidiki mulai awal Juli ini. Lalu naik ke dik (penyidikan) pada 23 Juli kemarin. Meski uangnya dikembalikan pun kasusnya tetap lanjut," katanya.
Kajari menyebut 18 orang paling tahu praktik tersebut. Mereka dari pegawai BPR Bank Karanganyar, BPRS Dana Mulya dan pejabat Pemkab Karanganyar. Hanya saja, para pejabat Pemkab Karanganyar kurang kooperatif.
"Enggak masalah tak datang (pejabat Pemkab Karanganyar). Tapi kami punya kewenangan memanggil paksa dan menggeledah untuk mencari barang bukti," katanya.
Penyidikan juga mengarah pada kondisi kredit macet mencapai Rp3 miliar. Pinjaman ke nasabah yang bermasalah itu diduga manipulatif. Terduga pelaku merupakan orang yang sama pada kasus dugaan korupsi dan pencucian uang penyertaan modal.
"Jaksa sudah bisa mengira siapa tersangkanya, sehingga yakin peningkatan ke penyidikan bakal menemukan bukti dan alat bukti untuk menetapkan tersangka," katanya.