Home Kalimantan Diduga Bohongi Pengusaha Properti Banjarbaru, Dirut PT. MPI Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Diduga Bohongi Pengusaha Properti Banjarbaru, Dirut PT. MPI Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Banjarbaru, Gatra.com - Mawardi, salah satu pengusaha properti ternama di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan merasa dibohongi oleh Kurnadi, selaku Direktur PT. Mahakam Property Indonesia (MPI). 300 unit rumah dan beberapa unit ruko yang dijanjikan dibangun PT. MPI di Kompleks Perumahan elit Al Azhar Residence di Jalan Palm, Kota Banjarbaru tak juga terlaksana sesuai perjanjian yang disepakati.

Merasa dibohongi, Mawardi tak tinggal diam. Dia melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Cibinong, Jawa Barat. Selain menggugat Kurnadi, Mawardi juga menggugat Notaris dan PPAT, Noor Hasanah dan Bank Bukopin Cabang Bogor.

Gugatan Mawardi terus berproses dan sudah masuk tahap pembuktian. Majelis hakim PN Banjarbaru atas pendelegasian PN Cibinong melaksanakan pemeriksaan setempat, Jumat (26/7).

Pada sidang pemeriksaan setempat yang dilaksanakan sejak pagi dan dibuka di PN Banjarbaru, Kurnadi dari PT. MPI selaku prinsipal tergugat, tidak hadir dan hanya dihadiri oleh kuasa hukumnya.

Pada sidang pemeriksaan setempat, kuasa hukum Kurnadi tidak bisa menunjukkan atau membuktikan mana 300 unit rumah dan beberapa buah ruko yang dibangun, dan saat majelis hakim mengambil sampel secara acak ke penghuni perumahan, mereka tidak ada yang mengenal PT. MPI, dan tidak ada rumah mereka yang dibangun PT. MPI.

Kepada wartawan, Mawardi menjelaskan, kerjasama tersebut bermula pada 07 Nopember 2014 saat dia sepakat menunjuk PT. MPI untuk membangun 300 unit rumah dan beberapa unit ruko. "Karena PT. MPI tidak ada dana untuk melaksanakan pembangunan, maka saya bersedia meminjamkan 67 sertipikat yang akan digunakan oleh PT. MPI sebagai jaminan hutang pada Bank Bukopin Cabang Bogor dengan catatan, pengelolaan CEK/BG atau keuangan dikelola oleh saya, dan hal tersebut tertuang pada Akta Perjanjian Kerjasama Nomor 25, Tanggal 07 Nopember 2014 yang dibuat oleh Notaris Khadijah Budhi Astuti," ujarnya.

Namun tanpa sepengetahuan Mawardi, Notaris dan PPAT Noor Hasanah menyerahkan 136 sertipikat hak milik Mawardi ke Bank Bukopin, dan membuatkan APHT hanya berdasarkan SKMHT yang belum disetujui oleh para pihak. "Ada banyak coretan dengan perubahan tanpa adanya persetujuan para pihak. Saya tidak pernah dilibatkan saat penandatanganan perjanjian kredit pada tanggal 05 Desember 2014," bebernya.

Mawardi baru mengetahui PT. MPI sudah mendapatkan pinjaman sebesar Rp20 miliar dari Bank Bukopin Cabang Bogor pada tahun 2017, dan setelah itu dirinya baru melakukan upaya hukum. Pada saat upaya hukum tersebut dilakukan, Mawardi banyak sekali menemukan kejanggalan. Salah satunya adanya akta persetujuan dan kuasa yang dibuat oleh Notaris Noor Hasanah pada tanggal 01 Desember 2014.

"Namun salinan akta persetujuan dan kuasa tersebut baru diserahkan oleh Notaris Noor Hasanah kepada pemberi kuasa, dan penerima kuasa baru pada tanggal 14 September 2017 setelah akta persetujuan dan kuasa tersebut sudah digunakan oleh pihak - pihak yang tidak bertanggung jawab," urainya.

Bukan itu saja, terang Mawardi, Noor Hasanah juga membuat APHT guna memasang hak tanggungan pada sertipikat - sertipikat hak miliknya, dan di tulis pada kolom tandatangan pihak kesatu mendapat kuasa dari PT. MPI. Padahal faktanya, PT. MPI bukan pemilik jaminan atau sertipikat.

"Atas dasar itulah saya melaporkan Noor Hasanah, Kurnadi, dan Iswantoyo selaku Pimpinan Bank Bukopin Cabang Bogor ke Polda Kalsel sebagaimana Tanda Terima Laporan Polisi nomor : STTLP/ 32 / 2017 / KALSEL / SPKT. Tanggal 12 Maret 2017," terangnya.

Atas upaya hukum yang dilakukan oleh Mawardi dan istri, Kurnadi pada tahun 2020 mengajukan perdamaian, dan bersedia menyelesaikan pembangunan sebagaimana dasar Perjanjian Kerjasama Nomor : 25 tanggal 07 Nopember 2014, dan pada tahun 2020 dibuatlah Akta Perjanjian Kerjasama Perdamaian yang dibuat bawah tangan dengan kesepakatan: zona kuning PT. MPI yang akan melaksanakan pembangunan dan pengelolaan, dan zona hijau Mawardi yang sudah bekerjasama dengan PT. DBR yang akan melaksanakan pembangunan dan pengeloaannya.

Seiring waktu berjalan, beber Mawardi, dia kembali dibohongi. Perjanjian kerjasama perdamaian tersebut kembali tidak dijalankan oleh Kurnadi, dan yang ada PT. MPI malah menjual kavling - kavling hak milik Mawardi melalui PPAT Suprapti yang bertindak membuatkan akta jual belinya tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan Mawardi dan istri selaku pemilik alas hak dari tanah - tanah tersebut.

"Jelas akta perjanjian kerjasama perdamaian tanggal 14 September 2020 bukan akta jual beli maupun bukan akta hibah atau akta waris, namun oleh Kurnadi dijadikan sebagai alat guna membujuk rayu konsumen untuk membeli tanah kavling milik kami," terangnya.

Atas dasar tersebut, kata Mawardi, dirinya menggugat Kurnadi selaku Direktur PT. MPI pada PN Cibinong dan dilakukan peninjauan setempat guna membuktikan apakah PT. MPI sudah membangun 300 unit rumah dan beberapa unit ruko.

Mawardi mengharapkan, Bank Bukopin Cabang Bogor serta PT. MPI segera menyerahkan sertipikat - sertipikat miliknya dan milik warga perumahan yang dijadikan jaminan oleh PT. MPI tanpa persetujuan dari pemilik alas hak.

"Sertipikat saat ini dalam penguasaan Notaris dan PPAT Noor Hasanah dan PT. MPI. Kami juga sudah melaporkan Kurnadi ke Bareskrim Polri terkait adanya Akta Kuasa Menjual Nomor 26 tanggal 07 Nopember 2014 yang dibuat oleh Notaris Khadijah Budhi Astuti, S.H," ujarnya.

Kuasa Hukum Direktur PT. MPI, Suma menjelaskan, gugatan yang dilakukan Mawardi adalah haknya selaku penggugat, dan dirinya selaku pengacara, dan Kurnadi selaku tergugat siap menghadapi dan menjawab sesuai dengan dokumen hukum. "Untuk mengahadapi gugatan ini kita berusaha maksimal. Tinggal majelis hakim yang memutus. Ini sudah tersampaikan dalam jawaban dan duplik di pengadilan, kita sesuai dengan perjanjian," ujarnya.

 

7300