Beirut, Gatra.com - Para pemimpin Druze di Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi telah menjauhkan diri dari ancaman Israel, untuk membalas kelompok Hizbullah Lebanon atas serangan roket mematikan terhadap kota Druze Arab di wilayah tersebut.
AFP, Selasa (30/7) melaporkan, sebagian besar dari sekitar 11.000 penduduk Majdal Shams, yang sebagian besar beragama Druze masih mengidentifikasi diri sebagai warga Suriah, lebih dari setengah abad setelah Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah, dan kemudian mencaploknya dalam suatu tindakan yang tidak diakui oleh masyarakat internasional.
Sebelumnya, dalam kunjungannya ke kota itu pada hari Senin, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berjanji Israel akan memberikan "tanggapan keras" terhadap serangan itu, yang menewaskan 12 anak berusia antara 10 dan 16 tahun saat mereka bermain sepak bola di kota itu pada hari Sabtu.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah kunjungannya, para pemimpin awam dan agama Druze mengatakan bahwa komunitas tersebut menolak upaya untuk mengeksploitasi nama Majdal Shams sebagai platform politik dengan mengorbankan darah anak-anak mereka.
Menyadari bahwa agama Druze melarang pembunuhan dan balas dendam dalam bentuk apa pun, para pemimpin masyarakat mengatakan: “Kami menolak pertumpahan setetes darah pun dengan dalih membalas dendam atas anak-anak kami,” kata mereka.
Militer Israel menuduh bahwa roket yang menghantam Majdal Shams ditembakkan oleh kelompok militan Hizbullah, yang didukung Iran.
Hizbullah, yang telah terlibat dalam baku tembak lintas perbatasan dengan pasukan Israel sejak perang Gaza dimulai Oktober lalu, telah membantah bertanggung jawab atas serangan tersebut, meskipun mengklaim melakukan beberapa serangan terhadap posisi militer Israel pada hari yang sama.
Seorang jurnalis AFP melaporkan bahwa keadaan normal telah kembali ke Majdal Shams pada hari Selasa, dengan toko-toko buka dan warga berjalan di jalan.
Namun para pemimpin Druze mengatakan seluruh masyarakat masih terpukul dengan kematian anak-anak tersebut.
“Tragedi ini sangat besar, dampaknya menyakitkan, dan kerugiannya ditanggung oleh setiap rumah tangga di Golan,” kata mereka.
Kekerasan di perbatasan Israel-Lebanon sejak Oktober telah menewaskan sedikitnya 527 orang di pihak Lebanon, termasuk sedikitnya 104 warga sipil, menurut penghitungan AFP.
Di pihak Israel, 22 tentara dan 24 warga sipil tewas, menurut angka militer.