Home Politik Tak Ada Kemauan Politik Kuat Jadi Alasan Penghambat Pengungkapan Tragedi Mei 1998

Tak Ada Kemauan Politik Kuat Jadi Alasan Penghambat Pengungkapan Tragedi Mei 1998

Jakarta, Gatra.com – Manager Kampanye Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri mengatakan kemauan politik dari pemerintah dan negara terlihat tidak kuat untuk menyelesaikan masalah Kerusuhan Mei 1998.

Puri menuturkan padahal pasca reformasi 1998, infrastruktur penegak hukum sangat baik dan dibentuk pula Komnas Perempuan. Belum lagi ada pula tim pencari fakta (TGPF) untuk kerusuhan Mei 1998 yang dibentuk dengan rekomendasi yang sangat baik.

“Tidak ada keinginan kuat dari pihak legislative untuk menyelesaikan masalah ini. Padahal beberapa lembaga penegak hukum sudah dibentuk atas rekomendasi yang baik namun tetap saja kebenaran fakta dari Mei 1998 belum terungkap hingga saat ini dari presiden berganti presiden bahkan adapula yang sudah menjabat dua kali,” ujar Puri, Senin (13/5).

Puri mengatakan lamanya proses hukum atas kejadian yang sudah terjadi di masa lampau juga menjadi terhambatnya pengungkapan tragedi Mei 1998. Puri menuturkan jawaban yang diberikan oleh Kejaksaan Agung RI adalah tidak cukupnya bukti dan saksi untuk bisa menyelesaikan masalah ini sesuai dengan UU nomor 26 tahun 2000.

“Jawaban yang diberikan oleh Kejaksaan Agung adalah selalu seperti itu. Selain itu pula, lamanya proses hukum karena kejadian ini sudah terjadi di masa lampau sehingga UU Nomor 26 tahun 2000 menjadi sulit untuk diterapkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Puri mengatakan hal ini sangat mencederai hak keluarga korban yang harus didapatkan dari Negara yaitu keadilan, kebenaran, dan pemulihan terhadap keluarga korban seperti saat sebelum mengalami tragedi Mei 1998. Ia menuturkan hal ini harus menjadi fokus bagi pemerintahan pada 2019-2024.

“Ini sangat mencerai hak korban dimana mereka harus mendapatkan keadilan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut, lalu kebenaran atas fakta yang harus diungkap dan sejarah wajib diluruskan serta Negara harus memberikan respon resmi. Terakhir, Negara memberikan pemulihan dan itu bukan hanya berbentuk monumen sebagai memorisialisasi namun hak mereka dipulihkan minimal mendekati sebelum peristiwa terjadi. Ini harus menjadi focus atas pemerintahan dan parlemen terpilih 2019-2024,” ujarnya.

 

 

570