Home Ekonomi Ancam Kelestarian Hutan, RUU Pertanahan Mesti Ditunda

Ancam Kelestarian Hutan, RUU Pertanahan Mesti Ditunda

Sleman, Gatra.com - Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Kehutanan Indonesia (FOReTIKA) meminta pemerintah dan DPR RI menunda pembahasan dan pengesahaan RUU Pertanahan. RUU Pertanahan dinilai mengancam keberlangsungan ekonomi, sosial masyarakat, dan ekologi kehutanan.

FOReTIKA adalah forum beranggotakan dekan-dekan fakultas kehutanan perguruan tinggi di Indonesia.

Pada Kamis (11/7), enam dekan perguruan tinggi berkumpul di Universitas Gadjah Mada (UGM). Mereka berasal dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Mulawarman, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Universitas Tanjung Pura, Universitas Tadulaku, dan Universitas Jambi.

Baca Juga: Jokowi Perintahkan Pengelola Hutan Lebih Aktif

"Kami sepakat bahwa RUU Pertanahan yang sekarang dibahas di Komisi II bernuansa dan berorientasi penuh pada kewenangan terhadap tanah. Sedangkan muatan atau nuansa ekologi dan konservasi hutan tidak dibahas eksplisit," kata Ketua FOReTIKA Rinekso Soekmadi, di kampus UGM, Jumat (12/11).

Mereka khawatir jika pembahasan ini dilanjutkan lalu RUU itu disahkan sebagai UU maka kelestarian hutan akan terganggu. Sebab dalam RUU Pertanahan itu, pemerintah memberi kewenangan pengaturan area hutan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN).

Sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang selama ini berwenang atas kebijakan peralihan fungsi hutan tidak dilibatkan. Jika RUU Pertanahan ini disahkan, maka proses perizinan pengalihan fungsi lahan menjadi semakin mudah. Hal ini dapat mengancam kelestarian dan luasan hutan Indonesia.

"Tidak hanya itu, perizinan lahan-lahan hutan yang sudah dieksplorasi untuk pertambangan atau perkebunan dan bermasalah kemungkinan besar bisa diputihkan," lanjut Rinekso.

Baca Juga: UGM dan WWF Petakan Keragaman Hayati Indonesia

Menurut FOReTIKA, RUU Pertanahan sangat diperlukan guna mengatur persoalan agraria di Indonesia. Namun selayaknya RUU itu turut memastikan pihak yang berwenang memberi izin pengalihfungsian hutan.

"Sejak digulirkan 2003 lalu, kami para akademisi tidak pernah dilibatkan. Kami berharap RUU tidak disahkan tahun ini karena akan sangat politis. Alangkah lebih baik ditunda dan pembahasan dilanjutkan kembali di periode 2019-2024 nanti," kata Dekan Fakultas Kehutanan IPB Bogor ini.

Dekan Fakultas Kehutanan UGM Budiadi mengatakan pengalihfungsian hutan terus meningkat. "Dari 120 juta hektar hutan kita, ada sekitar 75 juta kawasan hutan yang kurang produktif dan 14 juta lahan kritis," katanya.

Menurutnya RUU Pertanahan akan menimbulkan polemik tentang batas kawasan hutan dan non-hutan. Sebab di luar Jawa, batas kawasan dan pengelola hutan tumpang tindih. Kondisi ini dimanfaatkan perusahaan untuk mengalihfungsikan hutan.

 

298