Home Ekonomi UGM: Kartu Prakerja Itu JPS Eksklusif

UGM: Kartu Prakerja Itu JPS Eksklusif

Yogyakarta, Gatra.com - Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Daerah Istimewa Yogyakarta, menilai program kartu prakerja layaknya jaring pengaman sosial yang eksklusif. Tak semua warga terdampak kondisi Covid-19 di daerah bisa mengakses program dan memperoleh kartu prakerja.
 
Melalui konferensi pers secara online bertajuk, "Kartu Pekerja: Siapa yang Dapat?", Kamis (23/4), Manajer Riset CfDS Treviliana Eka Putri memaparkan terdapat dua kekurangan dalam program kartu prakerja.
 
Menurutnya, kekurangan pertama adalah kelas-kelas pelatihan belum terstandar. Kedua, akses dan infrastruktur internet yang tidak merata.
 
Putri melansir, dalam program kartu prakerja, pemerintah menawarkan 742 kelas atau program, 165 kursus terbuka, dan menggandeng 10 platform. Dari semua itu, kelas teknologi dan software, pemasaran, serta pengembangan diri menjadi tiga kelas paling diminati.
 
Tarif setiap kelas bervariasi, mulai yang termurah Rp29.000, Rp200.000, sampai Rp3,5 juta sekali sesi. Menurut Putri, harga kelas ini belum memiliki standar dan ketentuan pembayarannya.
 
Menurut Putri, di era digital, kelas keterampilan dan wirausaha amat menarik dan penting untuk membangun angkatan kerja melek digital. Namun ia mempertanyakan perbedaan harga tiap kelas oleh berbagai platform, kendati isinya hampir sama.
 
Menurut Putri, sebenaranya materi kelas-kelas itu bisa didapatkan gratis di Youtube dan media lain. Untuk itu, pemerintah lebih baik membeli materi tersebut dan dibuka gratis untuk penerima kartu prakerja.
 
Terbatasnya infratruktur dan akses internet antar-daerah juga dinilai menjadi dasar program kartu prakerja layak disebut jaring pengaman sosial yang ekslusif. Dengan pengguna internet 176,4 juta, pulau Jawa memiliki jumlah pengguna terbanyak, yakni sebesar 56 persen. 
 
Jawa menjadi wilayah terbanyak pengguna internet karena cakupan wilayah yang terlayani akses internet mencapai 84 persen, disusul Sumatera mencakup 64 persen, di bawah Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku-Papua.
 
"Dari total pengguna, sebanyak 94 persen menggunakan smartphone. Artinya, dengan belum meratanya jaringan internet, pengguna smartphone mendominasi dalam mengakses ke program kartu prakerja," jelasnya.
 
Menurut Putri, kondisi ini akan membebani peserta kartu prakerja karena harus menambah pengeluaran kuota pulsa untuk internet. Padahal dua jam kelas membutuhkan kuota pulsa sebanyak 2 GB. 
 
"Ini belum lagi jika nanti materi yang disampaikan menyangkut pelatihan  seperti programing atau big data, maka penggunaan smartphone dinilai tidak optimal dalam mengakses materi," ujar Putri.
 
Manajer Digital Intelligence Lab (DIL) CfDS UGM Paska Dharmawan menyoroti keamanan data pribadi peserta kartu prakerja yang disampaikan ke platform penyedia pelatihan.
 
"Di percakapan dunia maya, data pribadi ini menjadi fokus pembicaraan yang ramai. Pemerintah diharapkan mengeluarkan ketentuan sampai kapan data itu bisa disimpan dan digunakan oleh platform," katanya.
 
Ia meminta aturan mengenai data pribadi harus segera dikeluarkan pemerintah, mengingat saat ini telah terdaftar 6 juta penerima kartu prakerja di tahap pertama.
281