Home Hukum Tim Pengacara Muhammad Kace Sebut Polri hingga Menag Lawan Hukum

Tim Pengacara Muhammad Kace Sebut Polri hingga Menag Lawan Hukum

Jakarta, Gatra.com - Tim Advokasi Kebebasan Beragama untuk Muhammad Kace atau disebut juga Kece melakukan pendampingan pada hari ini, Kamis, (26/8). Tim pengacara itu meyakini bahwa Polri, Menteri Agama, hingga Jaksa Agung melakukan perbuatan melawan hukum atas penangkapan terhadap YouTuber tersebut. Tim menganggap penangkapan itu bertentangan dengan Pasal 2 PNPS 1965.

"Pengabaian UUD 1945 sebagai "The Guardian Constitution" dalam kasus Muhamad Kece, tindakan Polri adalah Pre Justitia. Bebaskan Muhamad Kece," kata Koordinator Tim Advokasi, Sandi E Situngkir melalui keterangan tertulisnya kepada Gatra, Kamis (26/8).

Sandi menyatakan Muhamad Kece tetap wajib dilindungi harkat dan martabatnya sesuai Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Hal ini bersesuaian dengan Penerapan Prinsip Legalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 KUHP.

Penangkapan Muhammad Kece dianggap kontroversial karena dua hal, yakni pelanggaran terhadap KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan tindakan pre-justitia dari Polri. Polri melakukan penangkapan kepada Muhamad Kece berdasarkan laporan pada 21 Agustus 2021, surat perintah penyidikan (sprindik) pada 22 Agustus 2021, surat perintah penangkapan dan penahanan 24 Agustus 2021.

Sandi mengungkapkan, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014, memberikan pertimbangan 'syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.'

"Tidak ada proses penyelidikan adalah perbuatan melawan hukum. Perbuatan Bareskrim Polri melakukan penjemputan di Bali, dan tidak melakukan proses penyelidikan dan atau penyidikan," kata Sandi.

Penangkapan dalam KUHAP, lanjut dia, adalah upaya paksa yang dapat dilakukan setelah dipanggil 2 (dua) kali secara patut atau tertangkap tangan. Kehadiran penyidik Bareskrim di Bali tanpa didahului surat panggilan kepada Muhamad Kece disebut Sandi merupakan perbuatan melawan hukum karena kliennya tidak pernah dipanggil sebagai saksi. Setelah ditangkap di Bali, kemudian beberapa jam ditetapkan tersangka, selanjutnya dibuatkan surat penahanan.

Sementara soal tindakan pre-justitia, Sandi menyebut bahwa penerapan Pasal 156 a KUHP dan atau Pasal 4 PNPS wajib didahului oleh surat peringatan oleh Jaksa Agung dan atau Menteri Agama. Sandi menilai, sebagai penyelenggara negara, Jaksa Agung atau Menteri Agama wajib membuat surat tertulis, bukan konferensi pers atau pernyataan di media massa saja. Katanya, ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 PNPS. Ketentuan Pasal 2 dipandang satu kesatuan yang utuh dengan Pasal 4 PNPS jo Pasal 156a KUHP.

"Maka Menag tidak sepatutnya meminta Polri untuk menangkap Muhamad Kece krn hal itu adalah extra ordinary delegation. Menag wajib hukumnya memberikan surat peringatan kepada Muhamad Kece," dia mengungkapkan.

Muhammad Kace yang memiliki kanal YouTube Muhammad Kece, sering mengunggah konten video yang membahas tentang agama. Dari penelusuran, beberapa video yang dianggap kontroversial adalah yang berjudul "Kitab Kuning Membingungkan" dan "Sumber Segala Dosa".

Muhammad Kace menyebut jika Kitab Kuning yang diajarkan di pondok pesantren menyesatkan dan menimbulkan paham radikal. Tak hanya itu, ia juga menyebut Nabi Muhammad SAW adalah pengikut jin.

"Karena memang Muhammad Bin Abdullah ini pengikut jin," ujarnya dalam tayangan berjudul 'Kitab Kuning Membingungkan' yang diunggah pada 19 Agustus 2021.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebut bahwa Kace ditangkap di Banjar Untal-Untal, Desa Dulang, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali pada Selasa (24/08) pukul 19.30 WIT. Saat itu, Kace dijemput dalam keadaan sendirian di tempat persembunyiannya.

Rusdi mengatakan, Kace dibawa ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan untuk ditindaklanjuti. Sebelum itu dia sudah ditetapkan sebagai tersangka melalui laporan polisi. Ada pun barang bukti yang disita polisi adalah video yang diunggah oleh yang bersangkutan di YouTube. Selain itu, barang bukti lain juga berasal dari pemeriksaan pelapor dan saksi ahli.

"Berdasarkan alat bukti tersebut, penyidik meyakini bahwa diduga keras telah terjadi tindak pidana yaitu secara sengaja dan tidak sah menyebarkan informasi yang dapat memunculkan rasa kebencian, rasa permusuhan di masyarakat berdasarkan SARA,"ujarnya.

Rusdi menyebut Kace diduga melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektornik (ITE) dengan ancaman 6 tahun penjara. Ia juga dijerat Pasal 156 A KUHP.

8349