Home Hukum Kasus Perkosaan Tiga Anak di Luwu Timur, Bareskrim Polri Kirim Tim Asistensi

Kasus Perkosaan Tiga Anak di Luwu Timur, Bareskrim Polri Kirim Tim Asistensi

Jakarta, Gatra.com - Bareskrim Polri mengerahkan tim asistensi terkait dengan kasus dugaan perkosaan tiga anak di bawah umur di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Diketahui, kasus yang meledak berkat reportase Eko Rusdianto di Project Multatuli itu kontan menuai amarah masyarakat lantaran korban yang masih kecil diperkosa ayah kandung sendiri, tetapi polisi justru menghentikan penyelidikan dengan dalih bukti yang dilampirkan ibu korban tidak cukup.

Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengungkapkan, tim asistensi itu untuk melakukan pendampingan terhadap Polres Luwu Timur dan Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), untuk memproses hukum kasus tersebut.

"Hari ini tim asistensi Wasidik Bareskrim yang dipimpin seorang Kombes dan tim berangkat ke Polda Sulsel," kata Argo kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (9/10).

Menurut Argo, tim asistensi Bareskrim Polri tersebut bakal bekerja secara profesional. Bahkan, Argo menegaskan, apabila nantinya ditemukan bukti baru maka polisi bakal kembali membuka perkara tersebut.

Polres Luwu Timur dan Polda Sulsel memang menghentikan proses penyelidikan kasus itu. Mereka berdalih tidak menemukan barang bukti yang kuat atas perkara tersebut.

"Kalau ada bukti baru bisa dibuka kembali," ujar mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya tersebut.

Mabes Polri sebelumnya tetap keukeh menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan prosedur hukum sesuai aturan, di antaranya menerima laporan, melakukan penyelidikan, hingga menghentikan kasusnya.

Laporan itu pertama kali diterima Polres Luwu Timur pada 9 Oktober 2019. Setelah menerima laporan itu, polisi mengantar ketiga anak untuk dilakukan pemeriksaan atau Visum Et Repertum bersama dengan ibunya serta petugas P2TP2A Kabupaten Luwu Timur.

"Hasil pemeriksaan atau visum dengan hasil ketiga anak tersebut tidak ada kelainan dan tidak tampak adanya tanda-tanda kekerasan," klaim Argo.

Sementara itu, dari laporan hasil asesmen P2TP2A Kabupaten Luwu Timur disebutkan bahwa tidak ada tanda-tanda trauma pada ketiga anak tersebut kepada ayahnya.

Argo juga menjelaskan dalam hasil pemeriksaan Psikologi Puspaga P2TP2A Luwu Timur, ketiga anak tersebut dinilai cukup baik dan 'normal' dalam berinteraksi dengan lingkungan luar. Serta hubungan dengan orang tua cukup perhatian dan harmonis, dalam pemahaman keagamaan sangat baik termasuk untuk fisik dan mental dalam keadaan sehat.

Argo mengungkapkan, hasil visum di RS Bhayangkara Polda Sulsel tidak ditemukan kelainan terhadap anak perempuan tersebut. Begitu juga anak laki-lakinya tidak ada temuan atau kelainan.

Setelah melakukan rangkaian prosedur itu, pada 5 Desember 2019 Polres Luwu Timur pun melakukan gelar perkara. Adapun kesimpulannya adalah menghentikan penyelidikan perkara tersebut.

"Tidak ditemukan bukti yang cukup adanya tindak pidana sebagaimana yang dilaporkan," ucap Argo.

Sementara, Polda Sulsel pada tanggal 6 Oktober 2020 juga telah melakukan gelar perkara khusus dengan kesimpulan menghentikan proses penyelidikannya.

Pernyataan Argo berbanding terbalik dengan temuan Project Multatuli. Berikut ulasan singkat dari artikel 'Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan':

Lydia, bukan nama sebenarnya, melaporkan pemerkosaan yang dialami ketiga anaknya, semuanya masih di bawah 10 tahun. Terduga pelaku adalah mantan suaminya, ayah kandung mereka sendiri, seorang aparatur sipil negara yang punya posisi di kantor pemerintahan daerah. Berikut tulisan versi Project Multatuli.

Polisi menerima laporan Lydia pada 9 Oktober 2019. Seorang petugas polisi wanita mengantarkan ketiga anaknya ke sebuah Puskesmas untuk visum, tanpa pendampingan. Kemudian, ketiganya dimintai keterangan oleh penyidik berseragam, tanpa didampingi Lydia, penasihat hukum, pekerja sosial ataupun psikolog.

Lydia diminta menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) tersebut tapi dilarang membacanya terlebih dulu. Lima hari berselang, Polres Luwu Timur memberitahukan perkembangan hasil penyelidikan, mengabarkan laporannya telah diterima dan akan diselidiki oleh Aipda Kasman.

Pada 15 November, terbit surat visum fisik ketiga anaknya oleh tim Forensik Biddokkes Polda Sulsel, yang menyatakan tidak ditemukan kelainan atau tanda kekerasan fisik terhadap ketiga anak Lydia.

Kepolisian Luwu Timur lalu menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan pada 19 Desember. Surat ini mengacu proses penyelidikan serta gelar perkara pada 4 Desember. Surat itu memuat ketetapan kepolisian menghentikan proses penyelidikan tertanggal 10 Desember 2019, tanpa ada detail pertimbangan penghentian.

“Jadi rentang waktu laporan dan penghentian penyelidikan cuma 63 hari. Ini sangat cepat dan kami anggap tidak masuk akal. Apalagi ini kasus kekerasan seksual yang korbannya adalah anak, kenapa prosesnya terburu-buru?” kata Rezky Pratiwi, Kepala Divisi Perempuan, Anak dan Disabilitas dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar.

Beberapa pekan setelah pencabulan itu, anak-anaknya mengeluh kesakitan. Di sebuah puskesmas di Luwu Timur, Lydia meminta surat rujukan untuk membawa anak-anaknya ke sebuah rumah sakit.

Berikut hasil pemeriksaannya yang ditulis Project Multatuli. Tulisan ini mengandung konten eksplisit.

Dalam surat rujukan itu tertulis diagnosis internal thrombosed hemorrhoid + child abuse. Kerusakan pada bagian anus akibat pemaksaan (maaf) persenggamaan.

Diagnosis lain abdominal and pelvic pain. Kerusakan pada organ kelamin wanita akibat pemerkosaan.

Diagnosis selanjutnya vaginitis atau peradangan pada vagina dan konstipasi atau susah buang air besar.

Di rumah sakit rujukan itu, anak-anaknya memperagakan apa yang dilakukan ayah mereka setelah dokter bertanya apa penyebab luka-luka di bagian anus dan vagina.

Diagnosis awal, dokumentasi foto dan rekaman video, serta hasil pemeriksaan ke rumah sakit ini diabaikan oleh penyidik Polres Luwu Timur. Polisi tidak melanjutkan secara serius temuan-temuan kekerasan ini.

“Kalau memang hasil visum polisi bilang tidak ada ada luka dan tidak terjadi apa-apa,” kata Lydia, “Kenapa polisi menolak waktu saya mau kasih foto dan video ini? Mereka bilang simpan saja, tidak perlu itu.”

“Terus kenapa bisa pantat dan (maaf) vagina anak saya luka sampai bengkak putih seperti kelihatan daging putih?

“Kenapa anak-anak saya menangis kesakitan setiap mau buang air kecil dan buang air besar? Kenapa anak-anak saya bilang ayahnya orang jahat dan tidak mau ketemu lagi sekarang?”

“Kalau pelaku memang tidak bersalah, kenapa dia tidak datang mencari anaknya, meminta kejelasan ke anak-anak?

“Kalau orang-orang bilang ini fitnah, kenapa anak-anak fitnah ayahnya seperti itu?”

“Kalau pertanyaan itu tidak terjawab, apakah polisi akan membantu menemukan jawabannya? Tidak, kan.

131