Home Hukum Kejagung Hanya Bidik Tersangka Swasta dalam Korupsi Satelit Kemhan

Kejagung Hanya Bidik Tersangka Swasta dalam Korupsi Satelit Kemhan

Jakarta, Gatra.com – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) hanya menyidik kasus dugaan tindak pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2015–2021 yang melibatkan pihak swasta atau sipil.

Sedangkan apakah ada pihak pihak militer yang diduga terlibat, lanjut Burhanuddin dalam keterangan pers yang diterima pada Kamis (20/1), perlu adanya rapat koordinasi dengan polisi militer dan kewenangannya berada di polisi militer, kecuali nanti ditentukan lain menjadi koneksitas.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, menyampaikan bahwa dalam penanganan perkara dugaan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT pada Kemhan tersebut, tentunya melalui tahapan-tahapan proses hukum dan dari hasil penyelidikan, perkara ini naik ke tahap penyidikan.

“Kalau naik ke penyidikan, berarti ada bukti temuan yang cukup. Ini kita lihat bagaimana mengidentifikasi rekan-rekan penyidik bahwa ada perbuatan melawan hukum saat prosesnya,” ujar Febrie.

Orang nomor satu di Gedung Bundar Kejagung ini melanjutkan, pihaknya meyakini bahwa telah terjadi kerugian dan tinggal bagaimana akan melihat perkembangan dalam proses penyidikan untuk melihat siapa yang bertanggung jawab atau untuk menetapkan siapa tersangkanya.

Menurut Febrie, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap pihak swasta yang paling bertanggung jawab karena sebagai rekanan pelaksana dan juga telah dilaksanakan penggeledahan.

Pihak swasta ini, lanjut Febrie, yang memang sebagai rekanan pelaksana. Penyidik mendalami peran dari awal dan melihat apakah perusahaan ini cukup dinilai mampu ketika diserahkan pekerjaan tersebut.

“Kemudian yang kedua, kita ingin melihat proses pelaksanaan dari rekan pelaksana, dan ini masih pendalaman dan tentunya kita periksa dari rekanan pelaksana karena ini pihak yang kita anggap paling bertanggung jawab dan ini adalah pihak swasta,” ujarnya.

Sedangkan terkait dengan pihak militer, Febrie menyampaikan bahwa tentunya perkara ini diserahkan kepada Puspom TNI melalui Jaksa Agung Muda Pidana Militer. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa Bidang Tindak Pidana Khusus akan terus berkoordinasi dalam progres penyidikan, termasuk nanti ekspose atau gelar perkara yang dilakukan setelah hasil penyidikan cukup untuk menentukan tersangka.

Sebelumnya, Kejagung pada Jumat (14/1), menyatakan bahwa pihaknya mulai menyidik kasus dugaan korupsi Proyek Pengadaan Satelit slot Orbit 123° BT pada Kemhan tahun 2015–2021.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, mengatakan, pihaknya mulai menyidik kasus tersebut setelah menaikkannya dari penyelidikan. Adapun penyelidikan kasus ini berlangsung sepekan.

Dalam penyelidikan tersebut, penyelidik Kejagung telah memeriksa beberapa pihak, baik dari swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kemhan sebanyak 11 orang.

Kejagung juga berkoordinasi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di Badan Pengawasan Kuangan dan Pembangunan (BPKP) ketika menyelidiki kasus tesebut.

Pelibatan auditor BPKP tersebut, lanjut Febrie, sehingga tim penyelidik memperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga, didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan itu sendiri.

Jampidsus mengatakan, kasus dugaan korupsi ini berawal pada tahun 2015 sampai dengan 2021 ketika Kemenhan melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT. Ini merupakan bagian dari Program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kemhan, antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.

“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum, yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik,” ungkapnya.

Bahkan, lanjut Febrie, saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kemhan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu tidak perlu dilakukan.

“Tidak pelu menyewa karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi, masih ada waktu 3 tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” tandasnya.

Bukan hanya itu, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miliar atau setengah triliun.

Uang setengah triliun rupiah itu berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41 miliar, biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar, dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4,7 miliar.

“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi,” katanya.

Pembayaran US$ 20 juta itu masih menjadi potensi kerugian karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.

Selanjutnya, Febrie mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu telah dilakukan ekspose dan telah disepakati bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022.

95