Home Ekonomi Appnindo Minta Pemerintah Buat Aturan untuk Lindungi Industri Rokok Elektrik

Appnindo Minta Pemerintah Buat Aturan untuk Lindungi Industri Rokok Elektrik

Jakarta, Gatra.com - Kenaikan cukai produk rokok elektrik (REL) dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) saat ini masih menjadi perdebatan di kalangan pelaku industri. Selain mempengaruhi peningkatan harga produk, juga berkaitan dengan perbedaan rasio cukai antar produk REL yang masih timpang dan sangat signifikan.

Perbedaan rasio cukai tersebut terlihat, cukai vape sistem tertutup (closed system) lebih tinggi 13 kali lipat dari sistem terbuka (open system), meski sama-sama menggunakan likuid yang mengandung nikotin.

Vape sistem terbuka dan sistem tertutup memiliki perbedaan pada distribusi serta pengisian likuid. Pada vape sistem terbuka, likuid diisi ulang secara manual oleh pengguna. Pada vape sistem tertutup, pengguna tidak perlu mengisi likuid secara manual karena cairan sudah terpasang bersama cangkangnya. Perawatan vape sistem tertutup lebih simpel dan dinilai lebih aman, mengingat pengguna tidak bisa sembarang mengisi likuidnya.

“Kalau kita hitung dengan mililiter, cukai open system memang lebih murah dari closed system. Ini bisa dilihat di peraturan keuangan terbaru, cukai untuk open system itu Rp445 per mililiter. Cukai untuk closed system Rp6.030 per mililiter. Jadi cukai closed system lebih tinggi dari open system,” kata Ketua umum Asosiasi Pengusaha Penghantar Nikotin Indonesia (Appnindo), Roy Lefran di Jakarta, Minggu (22/5).

Roy menjelaskan, fokusnya bukan melihat sistem mana yang lebih menguntungkan dan merugikan, maupun mahal atau murah dari adanya perbedaan pengenaan cukai. Perhatian pemerintah terkait bentuk peraturan yang dapat melindungi keberadaan industri rokok elektrik dan HPTL menjadi sangat penting.

“Dengan adanya aturan kita mempunyai kepastian dalam berusaha. Ini sudah cukup untuk kami bisa berkembang. Dulu sebelum diatur toko-toko dirazia di mana-mana, karena regulasinya belum jelas,” ujarnya.

Ia menambahkan, pihaknya masih memiliki waktu untuk berdialog dengan pemerintah. Dalam dialognya nanti, Appnindo akan meminta kepada pemerintah agar ada penyesuaian tarif cukai yang lebih adil dan lebih murah bagi produk REL dan HPTL.

“Contoh, tahun lalu untuk closed system cukainya lebih tinggi sekitar Rp8 ribu sekian per mililiternya. Tapi dengan dialog yang intensif dan ekstensif serta edukasi yang memadai, pemerintah akhirnya paham bahwa perlu ada penyesuaian cukai. Sehingga tahun ini cukai close system turun dari sekitar Rp8 ribu menjadi Rp6 ribu sekian. Saya rasa besaran cukai ke depan itu akan ada dinamika yang bisa dibicarakan,” jelas Roy.

Pengenaan Cukai Harus Ilmiah

Roy Lefran mengakui adanya perbedaan dalam penerapan cukai pada REL serta HPTL terbuka dan tertutup berdampak negatif. Selain itu, keputusan pemerintah dalam mengenakan tarif juga masih berdasarkan perkiraan bukan hasil kajian yang ilmiah.

“Memang bahwa cukai yang diberikan pemerintah saat ini masih berdasarkan katanya, seperti katanya bahaya, katanya tidak mana, dan katanya chemical. Jadi, belum berdasarkan saintifik. Harapan kami, semua regulasi harus berdasarkan saintifik. Setiap produk yang memberikan dampak lebih ringan atau meringankan, itu harus lebih murah,“ tegasnya.

Ia memberikan contoh, di negara-negara maju, mobil listrik tidak dikenakan pajak lantaran tidak mengeluarkan emisi karbon. Sehingga penghapusan pajak menjadi insentif bagi para produsen untuk berlomba-lomba menciptakan mobil listrik.

“Tetapi pemerinah belum melihat rokok elektrik ini sebagai suatu upaya bagi perokok dewasa yang ingin berhenti merokok atau mengurangi dampak risikonya. Harapan kami semoga Indonesia bisa meniru kebijakan yang ada di negara luar. Mereka sangat mendukung rokok elektrik karena secara saintifik terbukti memberikan dampak yang jauh lebih ringan,” papar Roy.

Menurutnya, saat ini jumlah perokok REL atau HPTL sekitar 2,2 juta orang. Dibandingkan konsumen rokok konvesional atau non elektrik, jumlah ini masih sangat kecil.

84