Makassar, Gatra.com - Polda Sulawesi Selatan menangkap Biipda JM karena diduga menjadi pengedar sabu di wilayah Kabupaten Gowa. Penangkapan seorang anggota polisi yang bertugas di Direktorat Intelkam, itu menambah daftar catatan hitam Korps Bhayangkara terlibat narkoba. JM ditangkap bersama barang bukti sabu-sabu seberat 3,4 gram.
"Dari hasil pengembangan didapat ada pengedar yang merupakan anggota kita," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulsel Komisaris Besar Komang Suartana, di Mapolda Makassar, Rabu (19/10).
Menyikapi kejadian itu, Pakar Hukum dan Kriminologi Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Heri Nasir, mengatakan Sulawesi Selatan sudah masuk dalam ancaman darurat narkoba.
Baca Juga: Jeruk Minum Jeruk, Polisi Cokok Polisi, Edarkan Narkoba Senilai Setengah Miliar
Ia menilai kasus tersebut bukan hal baru, saat aparat kepolisian terlibat dalam peredaran sabu.
Hal itu menurutnya, merupakan fenomena gunung es.
Ia mengatakan kasus sebelumnya juga pernah terjadi di Pinrang, dan Palopo, Sulawesi Selatan. Begitu pun dengan aparat kepolisian yang nyabu bersama dengan tahanan.
Baca Juga: Irjen TM Terlibat Jual Barang Bukti Narkoba, Begini Aliran Sabu hingga ke Mami Linda
"Bukan tak mungkin (kasus serupa) banyak yang terjadi di tingkat bawah, yang muncul ini hanya akumulasi," tuturnya.
Heri menilai untuk memberantas narkoba, pertama dimulai dari aparat penegak hukum. Butuh kejujuran dan transparansi.
"Jangan berani menunjukkan kepalan tangan bila berkudis, yang berarti jangan berani meletakkan hukum bila aparat hukum cacat," katanya.
Kendati tak bisa menggeneralisasikan, Heri mengatakan aparat kepolisian yang terlibat dalam narkotika bukan hal yang harus disembunyikan.
"Bila level Jendral sudah ikut bermain apalagi level bawah," katanya.
Baca Juga: Terlibat Narkoba, Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Karawang Ditangkap
Dia menilai motif masalah narkotika di tubuh kepolisian adalah persoalan gaya hidup dan tekanan ekonomi. Pasalnya, mudah sekali mendapatkan keuntungan dan peredarannya pun tidak susah.
"Ini persoalan gaya hidup yang hedonis, lebih ke persoalan moral," katanya.