Home Hukum Kejagung Sita 10 Bidang Tanah terkait Korupsi GTS

Kejagung Sita 10 Bidang Tanah terkait Korupsi GTS

Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 10 bidang tanah dengan total luas 4.975 M2 sebagai barang bukti kasus dugaan korupsi proyek pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT Graha Telkom Sigma (PT GTS) Tahun 2017–2018.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangan pers diterima pada Sabtu (9/9), menyampaikan, ke-10 bidang tanah tersebut di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur (Jatim).

“Penyitaan aset tersebut memiliki hubungan erat dengan dugaan tindak pidana korupsi yang menyebabkan PT Graha Telkom Sigma mengalami kerugian hingga Rp240 miliar,” ujarnya.

Penyitaan ke-10 bidang tanah seluas 4.975 M2 tersebut berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Serang Kelas 1A Nomor: 26/Pen.Pid.Sus/TPK-SITA/2023/PNSrg Tanggal 9 Juni 2023.

Selain itu, lanjut Ketut, berdasarkan Surat Perintah Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Nomor: Print-100/Fd.2/06/2023 Tanggal 13 Juni 2023.

“Tim Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang memasang tanda penyitaan pada Kamis, 7 September 2023,” ujarnya.

Ketut menjelaskan, penyitaan ke-10 bidang aset berupa tanah itu terkait tindak pidana yang membelit enam tersangka. “Tersangka TH, JA, RB, AHP, TSL, dan BR,” katanya.

Penyitaan aset ini merupakan langkah signifikan dalam rangka mendukung proses penyidikan kasus korupsi yang sedang berjalan. Proses penyidikan perkara saat ini sedang berlangsung di Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus.

“Tim Penyidik bekerja keras untuk mengungkap fakta-fakta yang terkait dengan kasus ini, dengan tujuan untuk memastikan bahwa pelaku tindak pidana korupsi dapat diadili sesuai dengan hukum yang berlaku,” katanya.

Selain itu, lanjut Ketut, Tim Penyidik Pidsus juga mengimbau masyarakat untuk memberikan dukungan dan kerja sama dalam upaya memberantas korupsi di semua sektor. Tindakan tegas terhadap tindak pidana korupsi adalah bagian dari komitmen bersama untuk menjaga keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.

“Kejaksaan RI berkomitmen untuk terus melaksanakan penegakan hukum yang humanis dan memberantas korupsi di semua tingkatan. Kasus ini adalah salah satu bukti nyata dari kerja keras tim penyidik dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” kata dia.

Kejagung telah menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam beberapa tahap. Awalnya ditetapkan 6 orang tersangka pada Kamis (11/5). Keenam tersangkanya, yakni Dirut PT GTS periode 2017–2020, TH; Direktur Operasi PT GTS periode 2016–2018, HP; Komisaris PT GTS periode 2014–2018, JA; Dirut PT Wisata Surya Timur (PT WST), RB; Komisaris PT Mulyo Joyo Abadi (MJA), AHP; dan Dirut PT Granary Reka Cipta (PT GRK), TSL.

Selepas itu, pada Selasa (16/5), Kejagung menetapkan Dirut PT GTS periode 2014–September 2017, BR, sebagai tersangka. Kejagung telah menahan ketujuh tersangka di atas untuk mempercepat proses penyidikan.

Selanjutnya pada Senin (22/6), Kejagung menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Prima Karya Sejahtera (PT PKS), SM, sebagai tersangka. “Jumlah tersangka dalam perkara ini sebanyak delapan orang,” katanya.

Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung, Kuntadi, menjelaskan, pihaknya menetapkan para tersangka tersebut karena mereka bersama-sama secara melawan hukum membuat perjanjian kerja sama fiktif.

“Seolah-olah ada pembangunan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split dengan beberapa perusahaan pelanggan,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Kuntadi, untuk mendukung pencairan dana, para tersangka menggunakan dokumen-dokumen pencairan fiktif, sehingga dengan dokumen tersebut berhasil ditarik dana dan terindikasi menimbulkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp282.371.563.184 (Rp282,3 miliar).

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka kedelapan orang di atas melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

42