Home Nasional Koalisi Sipil Desak Kapolri Evaluasi Pemakaian Gas Air Mata Akibat Tragedi Pulau Rempang

Koalisi Sipil Desak Kapolri Evaluasi Pemakaian Gas Air Mata Akibat Tragedi Pulau Rempang

Jakarta, Gatra.com - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai organisasi ini meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi terhadap pembelian dan penggunaan gas air mata. Hal ini mengacu pada insiden konflik di Pulau Rempang saat warga melakukan protes terhadap penggusuran untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.

Diketahui, pembangunan kawasan Rempang Eco-City di tanah seluas 17 ribu hektare ini diproyeksikan oleh pemerintah sebagai proyek strategi nasional melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Daftar PSN, yang baru disahkan pada 28 Agustus 2023 lalu.

Namun demi menjalankan proyek tersebut, pemerintah berencana untuk merelokasi seluruh penduduk Rempang yang terdiri dari kurang lebih 10 ribu jiwa. Akan tetapi, seperti halnya proyek strategi nasional lainnya, pemerintah dianggap tidak mengajak warga, terutama masyarakat adat yang berada di lokasi proyek dan telah lama mendiami tanah untuk berdialog membahas mengenai pembangunan tersebut.

Alhasil, bentrok tidak terhindarkan, keadaan semakin rumit ketika aparat kepolisian mulai menggunakan senjata yang sama dengan kejadian Tragedi Kanjuruhan yang belum ada setahun terjadi untuk membubarkan massa yaitu gas air mata.

“Kapolri harus menghentikan pembelian amunisi gas air mata sampai ada evaluasi dan perbaikan terkait tata kelola pemakaian gas air mata,” ungkap peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Nisa Rizkiah dalam diskusi di Rumah Belajar ICW, Jakarta, Kamis (14/9/2023).

Akibat tindakan tersebut, sejumlah warga mengalami luka-luka. Bahkan, beberapa siswa juga terkena gas air mata yang mengarah sekolah, sehingga beberapa siswa di antaranya mengalami gangguan penglihatan dan juga pernapasan.

“Alih-alih memberikan rasa aman melalui pendekatan yang sesuai dengan prosedur pengendalian massa, polisi yang bertugas justru berkali-kali menembakkan gas air mata dengan tujuan untuk membubarkan massa,” timpal Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Arif Maulana.

Arif mengatakan, merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, penggunaan senjata api atau senjata kimia, termasuk gas air mata di dalamnya, harus dijadikan opsi terakhir jika situasi dianggap genting.

"Kami berharap pada masa reformasi (sekarang ini), dapat mengedepankan hak asasi manusia yang mendahulukan masyarakat," ungkap Arif.

Reporter: Vanissa Marzaita Saleh