Home Politik Pakar Hukum Tata Negara Bedah Kemungkinan Pasangan Prabowo-Yusril di Pemilu 2024

Pakar Hukum Tata Negara Bedah Kemungkinan Pasangan Prabowo-Yusril di Pemilu 2024

Jakarta, Gatra.com - Pada akhir September 2023 lalu, Partai Bulan Bintang (PBB) telah menyodorkan dua nama kandidat calon wakil presiden (cawapres) ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai pendamping Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto.

Nama pertama ialah Ketum PBB, Yusril Ihza Mahendra. Kedua adalah Walikota Gibran Rakabuming. Pihak PBB mengatakan bahwa Gibran akan dijadikan alternatif apabila Prabowo memutuskan untuk tidak memilih Yusril.

Pakar hukum tata negara dan konstitusi, Fahri Bahcmid, membedah kemungkinan munculnya pasangan Prabowo-Yusril pada perhelatan Pilpres 2024 mendatang. Menurutnya, pasangan ini sejalan dengan amanat konstitusi.

Pakar dari Universitas Muslim Indonesia itu merujuk pada Pasal 6A Ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal tersebut berbunyi bahwa pasangan capres dan cawapres yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.

“Sebenarnya isyarat konstitusional seperti itu mendambakan sosok presiden jangan Jawasentris. Kalau misalnya yang tadi malam disampaikan Pak Prabowo itu salah satunya di luar Pulau Jawa, itu punya landasan konstitusional karena itu berkesuaian ke Pasal 6A Ayat 3,” ujar Fahmi di Jakarta pada Sabtu, (14/10/2023).

Pandangan Fahmi ini juga muncul usai tadi malam, Jumat, (13/10/2023), Prabowo mengatakan bahwa sudah ada empat nama kandidat bacawapres yang berpotensi mendampinginya. Ia belum membeberkan identitas keempat nama itu. Namun yang pasti adalah satu dari keempat nama itu berasal dari luar Jawa.

Sebagian pihak berasumsi bahwa kandidat luar Jawa yang dimaksud adalah Yusril. Seperti diketahui, Yusril merupakan politisi kawakan yang lahir di Manggar, Belitung Timur, Bangka Belitung pada 5 Februari 1956.

Apabila benar bahwa pihak yang dimaksud adalah Yusril, maka Fahmi menyambutnya dengan baik lantaran hal ini sudah senada dengan harapan konstitusi. “Konstitusi mengidealkan bahwa Indonesia ini sebenarnya jangan cuma ada di Jawa, tapi harus ada juga minimal kombinasi [dengan luar Jawa],” ujarnya.

Di samping itu, Fahmi mengatakan bahwa apabila ditilik dari sisi sejarah, Indonesia punya pengalaman kepemimpinan dwitunggal di awal kemerdekaan dengan kombinasi Jawa dan non-Jawa, yakni Seokarno dan Mohammad Hatta. Seokarno lahir di Surabaya, Jawa Timur, sementara Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat.

“Kalau kita mau balik ke sana [masa kepemimpinan Soekarno-Hatta], kita punya pengalaman dalam sosok yang berkaitan dengan bagaimana membangun kepemimpinan yang solid,” kata Fahmi.

186