Yogyakarta, Gatra.com - Sebanyak 36 komunitas yang tergabung di Koalisi Lintas Isu (KLI) dari Yogyakarta turut mengecam kondisi politik Indonesia saat ini, terutama dalam menjadikam generasi muda sekadar sebagai objek di Pemilu 2024. Anak muda diajak untuk memahami sejarah dan bergerak bersama mengawal pemilu.
Ketua KLI Matius menyatakan fenomena politik Indonesia saat ini banyak dinilai menggunakan cara-cara kotor dan tidak etis. “Hal itu ditunjukkan dengan mengangkangi konstitusi dan memposisikan anak muda sebagai objek pemilu dan dikondisikan tidak memiliki nalar kritis,” ujar dia di Pendopo Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), Bantul, Selasa (6/2).
Melihat situasi kritis yang dialami anak muda itu, menurut Matius, KLI merasa tergerak turut menyampaikan petisi mengikuti sejumlah kampus di Yogyakarta. “KLI mengutuk segala bentuk pengangkangan hukum dan konstitusi utamanya skandal Paman Anwar Usman yang melanggar etik berdasarkan sidang Majelis Kehormatan (MK),” ucapnya.
Menurut Matius, hal ini wujud pengkhianatan terhadap amanat Reformasi 1998 yang diperjuangkan dengan tetesan darah dan nyawa rakyat termasuk anak muda dalam gerakan mahasiswa 25 tahun lalu.
KLI juga mengajak anak muda untuk terlibat aktif dalam Pemilu 2024. Anak muda juga diminta mengambil langkah strategis untuk mencegah tirani demokrasi dengan memperkuat pemahaman atas sejarah pergerakan di Indonesia, termasuk Reformasi 1998.
“Setidaknya mampu membedakan mana yang sejatinya pahlawan dan mana penjahat kemanusiaan,” ujarnya.
Selain itu, KLI mengajak anak muda berkontribusi dalam pengawasan pemilu khususnya mencegah kecurangan dan politik uang serta politik transaksional, termasuk mencegah hoaks.
“KLI mendorong konsolidasi anak muda mewujudkan Indonesia yang inklusif,berkeadilan sosial, dan mencegah kemunduran demokrasi. Karena kami percaya mewujudkan demokrasi yang berkeadilan sosial tidak dapat dititipkan kepada elit politik,” tuturnya.
Matius juga menyatakan, KLI mendorong anak muda Indonesia bergerak bersama mencegah penjahat kemanusiaan, pelanggar HAM berat, dan tirani kekuasaan berkuasa. Ia menyatakan, sejarah bangsa mencatat gerakan anak muda dibangun atas dasar persamaan nasib, ide, dan gagasan.
“Privilege atau keistimewaan, tercermin pada tindakan nepotisme dengan menggunakan alat negara karena hubungan keluarga untuk mendapatkan kekuasaan, bukanlah mencerminkan perjuangan anak muda, melainkan pengkhianatan atas sejarah panjang gerakan kaum muda dalam menentukan nasib bangsa Indonesia," katanya.