Surabaya, Gatra.com -- Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman, dan Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya, Lilik Arijanto, mengakui bahwa di One Icon Residence belum ada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang definitif, dan masih bentukan dari pengembang. “P3SRS masih yang lama, bentukannya mungkin ya dari pengembang dengan warga yang ada dulu,” terangnya saat ditemui Gatra beberapa waktu lalu.
Meski demikian, pihaknya sudah lama, sekitar satu tahun yang lalu, sudah melakukan pendekatan sesuai aturan yang ada di Peraturan Wali (Perwali) ke pihak One Icon. Tetapi ternyata, dari informasi yang diterima, posisi apartemennya itu satu blok dengan mal.
Jadi jenisnya bukan apartemen yang berdiri sendiri, sambung Lilik, sehingga pihak One Icon punya aturan sendiri terhadap pengelolaan apartemen tersebut. “Kita sebenarnya sejak tahun lalu sudah berkoordinasi dengan PUPR, kaitannya dengan apartemen yang lokasinya di superblock itu seperti apa,” terangnya.
Menurut Lilik, karena masalah penggunaan yang bercampur atau mixed use itu, maka masih perlu dibutuhkan sebuah aturan untuk P3SRS yang lokasinya di dalam superblok.
“Nah, kita sudah lapor ke PUPR sana, sudah pernah ke Jakarta, dan diinfokan bahwa mereka akan menerima masukan itu, mungkin akan mengkaji kaitannya dengan apartemen yang ada di superblock, mixed use. Bukan apartemen yang berdiri sendiri,” jelasnya.
Seperti diketahui bahwa sebelumnya Heru Herlambang Alie yang merupakan pemilik unit dan warga dari One Icon Residence Tunjungan Plaza Surabaya mempersoalkan kebijakan PT Pakuwon Jati Tbk yang sampai saat ini belum menyerahkan pengelolaan (P3SRS) definitif kepada warga apartemen Once Icon Residence Surabaya.
Heru kecewa lantaran P3SRS yang dibuat oleh pengembang tersebut diduga telah melanggar peraturan dan undang-undang terkait pengelolaan rumah susun.
Menurutnya, jika mengacu pada kepada UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dalam Pasal 59 ayat (2) ditegaskan bahwa masa transisi pengelolan rusun dari pelaku pembangunan (pengembang) kepada P3SRS yaitu paling lama satu tahun sejak penyerahan pertama kali unit kepada pemilik.
Selain itu jika menilik Pasal 75 ayat (1), pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa transisi berakhir, tanpa dikaitkan dengan belum terjualnya seluruh unit sarusun (satuan rumah susun).
“Dari 2018 memang sudah ada P3SRS sementara bentukan Pakuwon. Harusnya kalau menurut aturan, sudah diserahkan ke warga,” terangnya seperti dikutip dalam Majalah Gatra edisi 9-15 Mei 2024.
Semakin bersuara terkait permasalahan P3SRS ini, Heru dan warga lainnya yang tergabung dalam paguyuban penghuni One Icon Residence sering berselisih pendapat, baik dengan coulliers atau konsultan maupun dengan P3SRS sementara, bahkan hingga dengan pengembang. Warga makin curiga ada yang ditutuptutupi, terutama karena menurutnya tidak adanya transparansi penggunaan anggaran dari P3SRS sementara.
Ia menuturkan bahwa selama dana IPL dan lainya dikelola Pakuwon, para pemilik apartemen atau warga tidak pernah sekalipun menerima pertanggungjawaban penggunaan maupun transparansi anggarannya. “Jadi kenapa mereka enggak mau serahkan ke warga, intinya ini duit, mengelola P3SRS ini duitnya banyak. Terus, bayar pajak enggak mereka?” bebernya.
Di lain sisi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI), Bambang Setiawan, mengatakan, polemik yang dialami Heru Herlambang memang perlu penjelasan lebih terperinci. Utamanya soal legalitas P3SRSnya
Sejauh ini, dilaporkan bahwa P3SRS di One Icon Residence tidak tercatat di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya.
“Kalau yang mungut ilegal, apakah dia punya kewajiban untuk menyelesaikan fasilitas tadi? Ini ada tindakan —mohon maaf saya kasar— penggelapan,” ujar Bambang dalam podcast bersama GATRA TV, beberapa waktu lalu.