Home Ekonomi DAK Pembiayaan Angkutan Umum Bisa Jadi Solusi untuk Atasi Rumah Subsidi yang Mangkrak

DAK Pembiayaan Angkutan Umum Bisa Jadi Solusi untuk Atasi Rumah Subsidi yang Mangkrak

Jakarta, Gatra.com - Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, melihat kasus perumahan bersubsidi yang mangkrak dipicu oleh akses yang minim terhadap transportasi umum.

Akibatnya, penghuni kembali mencari tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja untuk mengurangi biaya transportasi.

“Persoalan mangkraknya rumah bersubsidi perlu dilihat akar permasalahannya, antara lain hunian tak layak karena jauh dari akses transportasi,” ujar Djoko dalam keterangannya, Minggu (23/6).

Dirinya juga menyoroti bahwa akses dan layanan angkutan umum yang baik dapat mengurangi kemacetan lalu lintas, pencemaran udara, kecelakaan lalu lintas, bahkan hingga kesehatan dan ekonomi biaya tinggi.

“Sejumlah perumahan subsidi mangkrak, akibat tidak ada layanan angkutan umum (yang baik), sehingga orang enggan membeli rumah itu walau sudah mendapat subsidi,” katanya.

Djoko menilai Indonesia sedang mengalami darurat angkutan umum, terkhusus Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP), angkutan perkotaan, hingga angkutan pedesaan.

Dari 38 ibukota provinsi, lanjut dia, hanya 15 kota yang mencoba membenahi angkutan umum berbadan hukum dan memberikan subsidi atau menggratiskan tarif layanan kepada masyarakat.

Adapun kota dan pemda tersebut adalah Kota Jakarta, Pemprov Bali, Pemkot Bogor, Pemkot Bekasi, Pemkot Bandung, Pemkot palembang, Pemkab Banyumas.

“Hanya Kota Jakarta yang mandiri karena APBD mencukupi, selainnya Pemda masih tergantung bantuan APBN mendapatkan stimulus,” ujarnya.

Sementara itu, pemda yang mengalokasikan APBD untuk membenahi angkutan umum, bahkan menggratiskan tarif layanan adalah Banda Aceh dan Kota Banjarmasin.

Djoko memandang adanya keterbatasan ruang anggaran subsidi transportasi melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Perhubungan.

Adapun, porsi anggaran subsidi di sektor Perhubungan Darat pada 2024 sebesar Rp1,49 triliun. Rinciannya adalah Rp212,28 miliar untuk 367 trayek bus perintis dan Rp63,9 miliar untuk 35 trayek antar moda (bus KSPN).

Kemudian, subsidi angkutan barang di 6 lintasan (6 provinsi) Rp22,2 miliar, 270 lintasan kapal perintis penyeberangan Rp622,6 miliar, 2 lintasan Kapal Ferry Roro long distance Rp18 miliar, subsidi angkutan perkotaan di 10 kota sebanyak Rp500 miliar, dan angkutan perkotaan mendukung IKN (Balikpapan-IKN) Rp50 miliar.

Dengan demikian, menurut Djoko perlu ada Dana Alokasi Khusus (DAK) pembiayaan angkutan umum untuk dapat dimasukkan dalam DIPA Kementerian Perhubungan.

“Nantinya, DAK dapat diberikan ke Pemda yang sudah mulai membenahi angkutan umum dengan APBD, tetapi masih kurang disebabkan fiskal rendah,” imbuhnya.

Selain itu, Dia mengusulkan agar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dapat dikurangi. Menurut Djoko, subsidi BBM lebih baik hanya diperuntukkan bagi angkutan umum, baik penumpang maupun barang.

Lebih jauh, dia juga memberi masukan agar ada kegiatan pemberian stimulus Program Buy the Service ke sejumlah daerah secara bergiliran dalam kurun waktu tertentu dialihkan ke Pemda dalam pengelolaan dan pembiayaan operasional.

30