Home Hukum Penegak Hukum Diminta Usut Dugaan Korupsi Tanah Fasos Fasum Kelapa Dua

Penegak Hukum Diminta Usut Dugaan Korupsi Tanah Fasos Fasum Kelapa Dua

Jakarta, Gatra.com – Direktur Utama (Dirut) PT Satu Stop Sukses (PT SSS), Kismet Chandra, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejumlah pejabat tinggi negara, Pemda dan BPN Tangerang, penegak hukum agar menyelesaikan sengkarut tanah di Kabupaten Tangerang, Banten.

Kismet dalam keterangan tertulis diterima pada Jumat (14/6), menyampaikan, tanah tersebut di kavling perkebunan Kelurahan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, seluas 55.190 meter persegi dan 14.050 meter.

Terkait sengkarut tersebut, lanjut dia, pihaknya telah menyurati Presiden Jokowi dan sejumlah pejabat tinggi negara, aparat Pemda Tangerang, BPN Tangerang hingga Presiden terpilih Prabowo Subianto dan KPK.

Ia menjelaskan, pihaknya mengirim surat Nomor 009/SSS/IV/2024 pada 17 April 2024. Dalam surat tersebut dilengkapi bukti-bukti dugaan korupsi tanah fasos/fasum seluas 55.190 meter persegi dan 14.050 meter persegi milik negara.

Pemerintah khususnya aparat penegak hukum agar mengusut kasus dugaan korupsi tersebut, khususnya terkait lahan 6,6 hektare (120 kavling) yang merupakan tanah fasos fasum milik negara.

“Diharapkan Bapak Presiden Jokowi serta pembantunya yang tertera dalam surat PT SSS No. 009/SSS/IV/2024 tanggal 17 April 2024 dapat menindaklanjuti,” ujarnya.

Pihaknya juga meminta Pemkab Tangerang memagar dan membongkar jika ada bangunan di atas tanah fasos/fasum yang luasnya 55.190 meter persegi dan 14.050 meter persegi tersebut.

“Setelah selesai, diperkirakan 6,6 Ha tanah milik PT SSS sudah bisa dikuasai kembali karena mendapat jalan masuk dari sebagian tanah 55.190 meter persegi dan 14.050 meter persegi tersebut,” ujarnya.

Ia menjelaskan, pihaknya sampai menulis surat kepada Jokowi, Presiden terpilih Prabowo Subianto, Ketua DPRD RI, Plt Ketua KPK, para Wakil Ketua KPK, Menkopolhukam, Kapolri, Jaksa Agung, Menteri ATR/BPN, Kapolda Metro Jaya, hingga Kapolres Tangsel karena penyelesaian tanah tersebut terbilang sulit karena diduga melibatkan mafia di berbagai lini.

Menurut dia, pihaknya telah melayangkan surat pernyataan fakta-fakta atas riwayat akan adanya mafia tanah hingga indikasi tindak pidana korupsi yang disebut diduga dilakukan oleh sebagian unsur oknum pegawai negeri sipil hingga pihak swasta.

Mafia tanah diduga kuat mempersulit penguasaan fisik tanah oleh pemilik kavling dan Pemkab Tangerang. Dalam surat tersebut disebutkan petinggi Satpol PP tahun 2012, lurah Bacenongan yang telah mengeluarkan surat garap kepada para penggarap, serta oknum dari Ditjenbun.

“Bersama ini kami sampaikan telah terjadi tindak pidana korupsi tanah fasos fasum milik Pemkab Tangerang,” demikian isi surat tersebut.

Adapun tanah dimaksud yakni seluas 55.190 meter persegi, satu bidang tanah permakaman 50x80m, satu bidang tanah penghijauan 50x112,5 meter persegi, 20 bidang tanah penghijauan luas 4425,682 meter persegi. Totalnya 14,050,682 meter persegi.

Secara terinci dan mendetail, dalam suratnya Kismet juga memberikan bukti-bukti dugaan praktik jual beli lahan fasos fasum seluas 50x112,5 meter dan 20 bidang tanah penghijauan total luas 4425,682 m2.

Kemudian, dugaan tukar menukar 1 bidang tanah permakaman seluas 50x80 meter di Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan Karawaci Tangerang, Desa Bencongan (kini kelurahan Bencongan), Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, yang dilakukan oleh oknum Ditjen Perkebunan kepada pihak swasta (PT BSM), yang terindikasi telah melanggar UU korupsi.

Bahkan, secara gamblang Kismet menuliskan dalam surat tersebut PT BSM memblokir tanah fasos fasum seluas 55.190 m2 tersebut sejak 1994 yang diklaim atas persetujuan sejumlah oknum staf Ditjen Perkebunan kala itu. Pemblokiran tersebut melahirkan masalah baru karena mulai bermunculan penggarap di atas lahan tersebut.

Bupati Tangerang sempat menyikapi persoalan tersebut pada 2012 silam dengan memerintahkan Kasatpol PP kala itu, melalui Surat Perintah No.800/35-SPPP tertanggal 20 Januari 2012 agar memonitor dan menertibkan bangunan liar di tanah 55.190 m2 yang juga sebelumnya telah diberikan uang kerohiman kepada para penggarap.

Eksekusi dilakukan dan seluruh penggarap telah diberi uang kerohiman pada 25 Januari 2012. Namun, ini terhenti tanpa diketahui alasannya saat tersisa 20 bangunan lagi. Kemudian penggarapnya kembali ke tempat garapan mereka, bahkan datang lebih banyak penggarap baru.

Kismet meminta agar Kasatpo PP kala itu dimintai keterangan mengapa penertiban tersebut terhenti, siapa penggarap yang telah ditertibkan namun kembali lagi, dan siapa yang mendatangkan penggarap baru.

Masalah sebelumnya belum diselesaikan, kemudian pada 2014 muncul Paguyuban BM dan memblokir tanah 1 blok tanah yang sudah diblokir oleh PT BSM pada 1994. Bahkan mereka melakukan jual beli tanah di 1 blok tanah luas 14 Ha.

Pada saat itu tanah yang dijual masih belum banyak. Setelah pembelinya membeli tanah dengan dokumen palsu via Paguyuban BM telah diadakan bangunan. Padahal tanah Proyek Perkavlingan Ditjen Perkebunan luas 14 Ha tersebut setelah diadakan eksekusi pada 2012.

Kismet meminta Meteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memeriksa dokumen-dokumen tanah oleh penggarap yang dipakai untuk jual beli oleh Paguyuban BM. Jika dokumennya benar, maka segera perintahkan kepala BPN Tangerang untuk menerbitkan setifikat.

“Jika ternyata pernyataan dari Kepala BPN Tangerang surat garap tersebut adalah palsu, dengan sendirinya pelakunya telah melanggar Pasal 263 KUHP. Diharapkan Bapak AHY juga mengadukan kejadiannya kepada polisi untuk diusut,” ujarnya.

Terkait sengkarut tersebut, Kismet mengharapkan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto ikut mengamankan kembali atas tanah yang tidak aman dengan minta bantuan dari TNI/Polri.

Kismet menyampaikan, pihaknya telah mengutus Usman untuk menanyakan jawaban atas surat tanggal 17 April 2024 yang juga ditujukan kepada Pj Bupati Tangerang. Namun belum ada hasil karena masih di meja bupati dan untuk bertemu harus menyampaikan surat permohonan audiensi.

Karena masalah ini tak kunjung selesai, Kismet menyampaikan, pihaknya meminta KPK mengusut PNS yang diduga terlibat korupsi tanah karena menyerobot atau membiarkan orang lain merampas tanah negara merupakan korupsi.

Kismet menegaskan, ini agar tanah 55.190 m2 tersebut kembali ke NKRI dan tanah kavling-kavling yang ber-SHM/SHGB kembali ke pemiliknya yang mempunyai sertifikat sah. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

241