Asahan, Gatra.com – Sinandong Asahan sudah sah menjadi budaya tradisional Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut) sejak didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) oleh Pemerintah Kabupaten Asahan tujuh tahun lalu.
Sinandong Asahan adalah salah satu budaya tradisional di Sumatera Utara. Di era Orde baru, seni budaya tradisional ini pernah secara khusus diundang ke Istana Negara oleh Wakil Presiden Soedharmono untuk menjamu para tamu Presiden Soeharto dari mancanegara.
Sinandong yang bait-baitnya mirip seperti pantun itu, biasanya selalu dimainkan dengan iringan alat musik tradisional. Syair-syairnya sarat berisi dengan nasihat-nasihat untuk menjalani kehidupan. Meski mirip dengan pantun, Sinandong Asahan dilagukan dengan cara mendayu-dayu.
Uniknya, sejak puluhan tahun yang lalu, Sinandong Asahan boleh dibilang bukan saja menjadi salah satu icon seni budaya di Kabupaten Asahan. Sinandong juga sering ditampilkan dalam acara-acara hajatan warga Kota Tanjung Balai dan Batubara. Bahkan, saat diundang untuk tampil di Istana Negara oleh Wapres Kelima, Soedharmono, Pesinandong yang diundang berasal dari Kota Tanjung Balai, Sumut.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Pemkab Asahan, Ridwan Nasution, mengatakan, sejak didaftarkan ke Menkumham, Sinandong Asahan merupakan kebudayaan asli dari Kabupaten Asahan.
"Ini sudah didaftarkan dan sudah mendapat sertifikat dari Menkumham sejak beberapa tahun lalu," ujarnya.
Menjadi Perhatian Taufan-Surya
Sejak tahun 1990-an, Sinandong Asahan memang boleh dibilang sempat mengalami mati suri. Seakan-akan seni budaya khas Asahan yang biasanya sering dimainkan di malam hari itu, mulai tergerus dari akar budaya masyarakatnya seiring dengan perkembangan zaman.
Padahal dalam perjalanan masa jayanya, Sinandong Asahan menjadi salah satu penampilan seni budaya yang "wajib" ada pada setiap acara hajatan pernikahan dan khitankan anak di kalangan warga suku Melayu Asahan. Rasanya, kurang pas saja jika seni budaya yang satu ini tidak ditampilkan dalam setiap hajatannya orang-orang suku Melayu di sana.
Terkaut itu, sejak beberapa tahun terakhir, perhatian Pemkab Asahan kepada program kebudayaan semakin besar, sebagai upaya pemerintah daerah dalam melindungi dan melestarikan budaya dan kearifan lokal.
"Asahan itu kaya akan budaya dan kita akan hidupkan lagi budaya-budaya lokal," ujar mantan Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Asahan, Supriyanto, di sela-sela acara pelantikannya sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) oleh Bupati Asahan, Surya, Kamis (3/7) pekan lalu.
Beberapa hari sebelum dilantik sebagai Kepala Bappeda, Supriyanto baru saja menggelar sosialisasi dan forum group diskusi tentang cagar budaya. Acara sosialisasi dan diskusi ini dihadiri banyak tokoh dengan mengambil tajuk "Melindungi Cagar Budaya Menyelamatkan Peradaban Kabupaten Asahan". Acara ini berhasil merekomendasikan 10 situs sejarah menjadi cagar budaya tingkat kabupaten.
Sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, ia menilai salah satu masalah yang tak kalah penting adalah masalah pelestarian budaya. "Ya itu tadi, kita kaya akan budaya, tapi selama ini hampir mati suri karena tidak ada perhatian dari pemerintah daerah," sebutnya.
Mati surinya budaya dan kearifan lokal ini, menurutnya tak terlepas dari peran pemerintah daerah setempat. Di era tahun 1990-an, Pemda Asahan hampir lupa untuk melakukan upaya membumikan kembali budaya kearifan lokal itu dalam kebijakan pembangunan daerah.
Sejak era kepemimpinan Taufan Gama Simatupang-Surya, secara perlahan budaya tradisional itu kembali dihidupkan kembali di tengah masyarakat. Tidak sekadar menampilkannya dalam event-event daerah, tapi mewariskan kebudayaan tradisional itu kepada generasi muda.
"Di tingkat SD dan SMP kita perkenalkan kebudayaan-kebudayaan tradisional khas Asahan tersebut kepada anak didik," sebutnya.
Dalam rangka memberikan apresiasi, Pemkab Asahan juga menggelar festival kebudayaan-kebudayaan tradisional, di antaranya memperlombakan Sinandong dan tari Gubang setiap tahunnya.
"Ada dua sosok yang berperan penting dalam membumikan kembali budaya-budaya khas Asahan itu," ujar Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Asahan, Supriyanto, kepada Gatra.com di sela-sela kegiatan Diskusi dan Forum Diskusi Group (FGD) Cagar Budaya Kabupaten Asahan beberapa waktu lalu.
Dua sosok itu adalah mantan Bupati Asahan (alm) Taufan Gama Simatupang dan Bupati Asahan saat ini, Surya Bsc. "Ya, keduanya berperan besar," ujarnya.
Bupati Asahan Surya tercatat sebagai pelapor yang mendaftarkan dua kebudayaan tradisional Melayu Asahan ke Kementerian Hukum dan Ham sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK), sebagai upaya pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan terhadap Ekpresi Budaya Tradisional (EBT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dua kebudayaan tradisional itu adalah Sinandong Asahan dan Tari Gubang. Keduanya telah mendapat sertifikat Surat Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal Ekpresi Budaya Tradisional Kemenkum HAM.
Dua kesenian budaya tradisional itu didaftarkan, masing-masing pada tahun 2017 dan 2018 oleh Surya Bsc, saat Bupati Asahan tersebut menjabat sebagai Wakil Bupati Asahan pasangan Taufan Gama Simatupang.
Dalam menyelamatkan kebudayaan, Supriyanto menyebutkan, Pemkab Asahan juga melakukan upaya untuk menyelamatkan situs-situs budaya lokal. Di antaranya pada tahun 2023 melakukan pendataan terhadap situs-situs sejarah bekerja sama denan Universitas Negeri Medan (Unimed).
Dari hasil pendataan ini, telah terdata terdapat 60 titik Objek yang Diduga sebagai Cagar Budaya (ODCB) yang akan diajukan sebagai cagar budaya tingkat kabupaten secara bertahap.
"Tahun 2024 ini kita sedang mengajukan 10 situs untuk dijadikan cagar budaya tingkat kabupaten,"sebutnya.