Home Gaya Hidup Laskar Rempah Menjelajahi Warisan Budaya Lampung Timur: Dari Tari Melinting hingga Punden Berundak Pugung Raharjo

Laskar Rempah Menjelajahi Warisan Budaya Lampung Timur: Dari Tari Melinting hingga Punden Berundak Pugung Raharjo

Lampung, Gatra.com - Laskar Rempah, peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah (MBJR) 2024, mendatangi situs purbakala Pugung Raharjo, kabupaten Lampung Timur. Laskar Rempah disambut oleh Tari Melinting yang dibawakan di depan Punden Berundak Pugung Raharjo.

Situs Taman Purbakala Pugung Raharjo berlokasi di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Untuk mengakses situs ini, dari pusat Kota Bandar Lampung, jaraknya sekitar 50 km dan bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih dua jam dengan menggunakan kendaraan roda empat.

Para peneliti menyatakan bahwa di kawasan tersebut ditemukan sejumlah peninggalan-peninggalan zaman megalitik (dari tahun 2500 SM), klasik (Hindu-Buddha) sampai Islam. Beberapa artefak yang ditemukan di sana antara lain keramik lokal maupun asing dari berbagai dinasti (Dinasti Han, Yuan, Sung dan Ming), manik-manik, dolmen, menhir, pisau, mata tombak, batu berlubang, batu asahan, batu pipisan, kapak batu, gelang perunggu, dan batu bergores.

Baca Juga: KRI Dewaruci dan Laskar Rempah Bertolak dari Lampung, Mengajak Semua Pihak bersinergi Mempertahankan Kejayaan Jalur Rempah

Selain itu, keunikan kawasan seluas sekitar 30-an hektare itu juga berupa sejumlah gundukan tanah dan batu berundak atau biasa disebut dengan Punden Berundak, mirip piramida di Mesir. Dilapisi rumput hijau, punden berundak ini mengisi tempat tertinggi sehingga keberadaannya begitu menarik perhatian pengunjung.

Kumpulan batu dengan pahatan Phallus di Pugung Raharjo (Gatra/Abdul Karim Ambari)

Di situs ini juga ditemukan 13 buah punden yang letaknya ada di sebelah barat dan timur situs punden berundak terbesar. Masih di kawasan yang sama, ada juga benteng parit primitif sepanjang 1,2 km, mengelilingi situs. Parit ini diduga dulunya berisi air yang berasal dari sumber air di sisi timur situs. Konon menurut cerita, air tersebut bila digunakan untuk mandi, dapat membuat awet muda.

Kemudian ada pula peninggalan-peninggalan berupa suatu bangunan atau melambangkan tempat. Ada Benteng Pugung Raharjo yang bentuknya gundukan tanah dan komplek batu kandang atau dikenal juga dengan nama batu mayat.

Lalu ada sekelompok batu besar yang disusun dalam bentuk empat persegi dengan arah ke timur dan barat. Di bagian tengah kelompok batu besar ini terdapat bulat panjang yang di kedua ujungnya dipahatkan phallus (lambang alat kelamin laki-laki).

Tari Melinting

Seperti dikatakan di atas, Laskar Rempah disambut dengan tari melinting. Tari ini merupakan tarian tradisional peninggalan Ratu Melinting di Labuhan Meringgai, Lampung Timur. Perjalanan sejarahnya cukup panjang, yakni sejak masuknya Islam ke Indonesia.

Secara umum tarian ini menggambarkan keperkasaan dan keagungan Keratuan Melinting. Tarian ini diciptakan langsung oleh Ratu Melinting II yang bergelar Pangeran Penembahan Mas, putra dari Minak Kejala Bidin. Keratuan Melinting adalah salah satu kerajaan tertua di Provinsi Lampung. Kerajaan tersebut diperkirakan berdiri pada abad ke-15.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Rempah: Warisan Lada Gerem Pawiki dan Sejarah Perdagangan Lada Lampung

Pada awalnya, pertunjukan tari Melinting bersifat sakral dan hanya dilakukan untuk keluarga Ratu Melinting pada saat Gawi Adat (upacara adat). Yaitu, upacara adat dimana sultan yang duduk di singgasana tiba-tiba beranjak memperagakan tarian dan menari bersama dengan tamu yang hadir. Para penari hanya boleh dari keluarga ratu. Namun kini, tari Melinting bisa dinikmati semua kalangan.

Tari melinting (Gatra/Abdul Karim Ambari)

Tari Melinting mengalami penyempurnaan pada tahun 1958. Setelah tahun 1958, tari Melinting tidak begitu merujuk pada bentuk aslinya, baik untuk gerakan, busana, dan aksesorisnya. Gerak tari melinting berbeda antara putra dan putri. Untuk penari putra, gerakan tari berupa babar kipas, jung sumbah, sukkung sekapan, kenui melayang, dan balik palau. Gerakan lain berupa nyiduk, suali, salaman, niti batang, lutcat kijang, dan lapah ayun.

Adapun gerakan pada penari putri berupa gerakan babar kipas, jung sumbah, timbangan atau terpipih mabel, sukung sekapan, serta melayang. Kemudian, ada gerakan ngiyen bias, nginjak tahi manuk, nginjak lado, dan lapah ayun.

Menurut bentuk geraknya, ada dua jenis gerak, yakni gerak maknawi dan gerak murni. Gerak murni berupa gerak yang digarap sekedar untuk mendapatkan bentuk artistik dan tidak dimaksudkan untuk menggambarkan suatu maksud. Sedangkan, gerak maknawi adalah gerak yang mengandung makna dan telah mengalami pengolahan.

77