Home Politik Pengamat: Respon 'Pandir' ke BEM UI TakTepat

Pengamat: Respon 'Pandir' ke BEM UI TakTepat

Jakarta, Gatra.com - Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing menyampaikan padangannya terkait respons terhadap kritik 'The King of Lip Service' dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang ditujukkan kepada Presiden Joko Widodo.

Seperti diketahui sebelumnya, Dosen komunikasi UI, Ade Armando merespons postingan BEM UI yang mengkritik Jokowi sebagai 'King of Lip Service' melalui cuitan di twitter pribadinya yang memancing reaksi banyak warganet.

"Ini karya BEM UI. Saya sih menghargai kebebasan berekspresi. Tetapi kalau jadi lembaga yang mewakili mahasiswa UI, ya jangan kelihatan terlalu pandirlah. Dulu masuk UI, nyogok ya?" cuit Ade Armando.

Meski secara pribadi tidak setuju dengan muatan kritik 'The King of Lip Service' yang dibuat oleh BEM UI kepada Presiden Joko Widodo, Emrus menekankan bahwa kedua pihak yang tengah berdialektika di ruang publik tetap harus menjaga etika dengan tidak merendahkan orang lain.

"Menurut saya kritik tersebut lebih cendrung pada pendapat politik praktis daripada kajian politik akademis." jelas Emrus atas kritik BEM UI terkait 'The King of Lip Service' (30/06).

Meski demikian, Emrus menyebut respons yang ditujukan kepada kritik tersebut dengan menggunakan kata pandir juga sangat tidak tepat. "Tidak boleh juga memposisikan orang pandir. Berdebatlah sekrtitis mungkin, tapi etika tetap dipegang." tambah Emrus.

Emrus berpandangan bahwa seharusnya sosok Akademisi seperti Ade Armando cukup membongkar pandangannya, menjelaskan argumentasi terhadap muatan kritik BEM UI tanpa perlu memunculkan kata 'pandir'.

Lebih lanjut, Emrus mengungkapkan bahwa kedewasaan komunikasi di ruang publik di Indonesia masih jauh dari harapan.

"Komunikasi di ruang publik harus berbasis aksiologi, ada etika, ada sopan santun, ada moral. Merendahkan orang lain jelas tidak boleh." tekan Emrus.

Sebagai penutup, Emrus menekankan bahwa para mahasiswa tengah dalam proses belajar berkomunikasi di ruang publik, maka itu ia meminta mereka untuk siap membuka diri ketika pandangannya dikritik oleh orang lain.

Selain itu, menurut Emrus, mahasiswa harus tetap melakukan kritik dengan tetap menjaga pedoman moral, etika dan sopan santun. Terpenting, kritik harus berdasarkan data dan fakta serta berbasis konsep dan teori tertentu.

Sementara untuk para pendukung Jokowi, Emrus menyarankan mereka agar lebih mengedepankan dialog dengan prinsip saling menghormati satu sama lain.

"Tidak boleh mengucapkan kata-kata pandir atau apa pun itu yang merendahkan." pungkas Emrus.

382