Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin mendorong adanya revisi total pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurutnya, tujuh pasal yang diusulkan pemerintah untuk direvisi dalam UU ITE belum sepenuhnya mengakomodir permasalahan dalam aturan ini. Masih ada pasal-pasal lainnya yang berpotensi menimbulkan masalah.
Misalnya, pada Pasal 26 Ayat 3 yang berbunyi "setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan". Menurut Ade, pasal ini multitafsir bahkan mengganggu kebebasan pers.
Baca juga: Jadi Tersangka UU ITE, Komnas Perempuan Minta Keadilan untuk FA
"Karena memang aturannya yang tidak rigid dan multitafsir. Sehingga informasi yang tidak relevan dapat digunakan untuk informasi lain," katanya dalam diskusi virtual pada Kamis (2/3).
Meski pengertian Pasal 26 ini sudaj dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019, Ade merasa penjelasannya belum bisa menjawab luasnya makna dalam pasal itu. Pasal 26 Ayat 3 ini masih bisa ditafsirkan dengan sangat luas.
"Bagaimana nanti ketika yang diminta dihapuskan adalah sebuah pemberitaan, dalam pasal ini tidak diatur secara rigid, bahkan tidak dikecualikan," ucapnya.
Baca juga: Cabut Pasal Pidana UU ITE, Dekan FH UI juga Sarankan Ubah Kalimat
Selain itu, Pasal 26 Ayat 3 ini juga berpotensi mencederai informasi publik karena luasnya makna yang tersirat. Akhirnya, bisa mencabut hak-hak masyarakat atas informasi publik.
"Bagaimana jika yang dimintakan adalah informasi terkait dengan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu? Atau dugaan informasi terkait tindak pidana korupsi yang besar? Sehingga ada potensi-potensi informasi publik yang sangat dirugikan," katanya.