Home Hukum Ini Kemudahan dan Ketentuan WNA Memiliki Hunian di Indonesia

Ini Kemudahan dan Ketentuan WNA Memiliki Hunian di Indonesia

Jakarta, Gatra.com – Pemerintah memberikan sejumlah kemudahan bagi warga negara asing (WNA) untuk berinvestasi dan memiliki hunian di Indonesia. Beberapa kemudahan ini diatur dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2023 dan turunannya.

Adapun peraturan turunannya, kata Husaini, Direktur Pengaturan dan Penetapan Hak Atas Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam acara Coffe Break Discussion di Jakarta, Jumat petang (3/3), yakni PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pengelolaan dan Hak Atas Tanah serta PP Nomor 103 Tahun 2015 tentang Hunian Orang Asing.

Berbicara tentang ketentuan hunian orang asing, lanjut Husaini dalam acara gelaran Italian Business Association in Indonesia (IBAI) dan FAIP Law Firm ini, maka terkait PP 18 Tahun 2021 yang mengatur hunian yang bisa dimiliki WNA di Indonesia. Adapun jenisnya yakni rumah tapak dan rumah susun atau apartemen.

“Menariknya, hunian ini bisa diwariskan kepada ahli warisnya apabila orang asing ini meninggal dunia. Kemudian satatus tanah yang bisa diberikan, dulu hanya hak pakai, untuk apartemen sekarang boleh di atas Hak Guna Bangun (HGB),” katanya.

Ia menjelaskan, setelah diberlakukannya UU Cipta Kerja, pemerintah Indonesia memberikan tiga kemudahan bagi WNI yang ingin memiliki hunian di Indonesia, yakni:

1. Hunian Boleh di atas HGU

Sebelum UU Cipta Kerja, hunian hanya boleh di atas tanah hak guna pakai. Dengan ketentuan baru, maka rumah susun atau apartemen yang ada di atas tanah berstatus HGB maka WNA boleh memilikinya.

2. Jangka Waktu Hak atas Tanah

Husaini menjelaskan, satu siklus status tanah, baik itu HGB maupun hak pakai, menjadi 3 tahap, yakni pemberian, perpanjangan, dan pembaruan. Pemberian jangka waktunya 30 tahun, perpanjangan 20 tahun, dan pembaruan 30 tahun. “Total keseluruhan satu siklus hak yang diberikan jangka waktunya 80 tahun,” katanya.

3. Kepastian Hukum

Menariknya, setelah UU Cipta Kerja, untuk menjamin kepastian hukum, perpanjangan dan pembaruan tidak menunggu berakhirnya hak. Misalnya, sebelum UU Cipta Kerja jika telah mendapat pemberian selama 30 tahun, maka 2 tahun sebelum jatuh tempo baru boleh diperpanjang.

“Kalau sekarang HGB diberikan, setelah itu mendapat sertifikat layak fungsi, maka bisa langsung diperpanjang. Misalnya kalau HGB baru diberikan 5 tahun, jadi sudah boleh diberikan lagi perpanjangan dan pembaruan. Jadi bisa langsung 50 tahun,” katanya.

Sedangkan kalau huniannya di atas hak pengelolaan atas tanah milik negara, masa waktunya bisa diberikan secara langsung keseluruhan, yakni pemberian, perpanjangan, dan pembaruan. “Jadi langsung 80 tahun. Jadi tidak perlu berakhirnya hak atas tanah,” katanya.

Begitupun untuk persyaratannya, pasca-UU Cipta Kerja menjadi lebih mudah. Sebelumnya, WNA yang boleh membeli hunian adalah yang berdomisili di Indonesia atau memiliki kontribusi terhadap pembangunan di Indonesia. Dengan demikian, mereka harus punya izin tinggal tetap atau izin tinggal sementara.

“Sekarang dengan diterbitkanya UU Cipta Kerja dan turunannya, persyaratanan untuk orang asing mendapatkan hunian dibalik. Orang asing hanya punya paspor atau visa saja itu sudah boleh membeli hunian di Indonesia,” ucapnya.

Setelah memiliki hunian, WNA baru mendapatkan Kitap, baik sementara atau tetap, dan Kitas. Artinya, dengan hanya mempunyai paspor dan visa, maka WNA sudah boleh membeli hunian.

“Jadi kalau Paolo Maldini ingin beli hunian di Indonesia, hanya punya paspor saja sudah boleh membeli,” katanya.

Meski demikian, ada batasan kemudahan bagi WNA untuk memiliki hunian di Indonesia, yakni:

1. Harga Hunian

Untuk rumah tapak, diatur besaran minimal harganya. Harga hunian ini batasanya berbeda-beda di setiap daerah, misalnya di Jakarta paling rendah Rp5 miliar. Untuk apartemen juga sama, misalnya di Jakarta minilai seharga Rp3 miliar.

2. Luas Tanah

Untuk tanah rumah tapak yang boleh dimiliki WNA hanya 2 ribu meter. Tetapi kalau mengingkan lebih dari itu, harus mendapat izin dari menteri. “Untuk rumah susun komersil, awalnya boleh satu sekarang boleh lebih untuk WNA,” katanya.

Ia menyampaikan, acara seperti ini sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yakni untuk menyosialiasikan regulasi dan kemudahan kepada WNA, badan hukum asing, dan lainnya untuk investasi di Indonesia.

“Salah satunya adalah berkaitan dengan dibolehkanya WNA dapat membeli hunian di Indonesia, dengan kemudahan, persyaratan, jangaka waktu yang diberikan, dan kepastian hukum terhadap kepemilkan itu,” ujarnya.

Chairman of IBAI, Marco Noto La Diega, mengatakan, acara ini memberikan pencerahan bagi pihaknya yang beranggotakan WNA, perusahaan asing, dan WNI yang menikah dengan WNA.

“Sangat positif dan sangat menghargai keterbukaan ini dengan berbagai kemudahan, misalnya dengan kemudahan registrasi, keterbukaan, dan kesempatan untuk memiliki jenis hak yang lain yang semuanya akan meningkatkan iklim investasi yang baik di Indonesia,” katanya.

The Founding Partner FAIP Advocates and IP Counsels, Fortuna Alvariza, mengatakan, ketentuan tentang hunian bagi WNA pasca-UU Cipta Kerja ini sangat baik. Selain memberikan berbagai kemudahan, namun tetap memproteksi hak WNI.

“Kebijakan pemerintah sudah cukup tepat, memberikan kemudahan melalui UU Cipta Kerja, membuka kesempatan untuk investor, tapi tetap melindungi hak-hak warga negara Indonesia,” katanya.

195