Home Hukum Korupsi CPO, Pencabut HET dan DMO Harus Tanggung Jawab

Korupsi CPO, Pencabut HET dan DMO Harus Tanggung Jawab

Jakarta, Gatra.com – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Dr. Mudzakkir, mengatakan, pihak yang mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Domestic Market Obligation (DMO) minyak sawit harus bertangung jawab.

“Menko Perekonomian yang secara langsung mengambil keputusan, dalam Ratas 16 Maret 2022, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mencabut HET dan DMO,” katanya dalam diskusi soal Tindak Pidana Penyalahgunaan Wewenang dalam Ekspor CPO gelaran Aliansi BEM Seluruh Indonesia di Jakarta.

Ia menyampaikan, pencabutan HET dan DMO minyak kelapa sawit tersebut membuat masyarakat miskin mengalami kesulitan untuk membeli minyak goreng karena langkanya pasokan di pasaran.

Ia menilai, pencabutan HET dan DMO tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara sebagaimana terbukti dalam keputusan pengadilan terhadap sejumlah terpidana kasus korupsi ekspor CPO dan produk turunannya yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Ia menjelaskan, imbas pencabutan HET dan DMO membuat negara harus memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat untuk meningkatkan daya beli mereka, termasuk pada minyak goreng.

Lebih lanjut Mudzakir pada Senin, menyampaikan, dalam Ratas tanggal 16 Maret 2022, Menteri Perdagangan (Mendag) tidak hadir. Menkoperekonomian Airlanggar Hartarto mengambil keputusan mencabut HET dan DMO.

Pakar Hukum dari Universitas Trisakti (Usakti) Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, semua pihak yang merugikan keuangan negara bisa dibawa ke pengadilan. Demikian juga keputusan yang menguntungkan beberapa pihak lain atau diri sendiri.

“Dalam kasus ini ada seorang menteri yang menyalahgunakan kewenangan [dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah],” ujar Fickar.

Untuk mengusut kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah yang merugikan keuangan negara Rp6,47 triliun tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) harus bekerja keras untuk mengungkap dan mengusut pihak-pihak menguntungkan diri sendiri atau pihak lain yang belum tersentuh.

“Ketika jaksa yakin maka tidak ragu untuk menetapkan tersangka. Karena para tersngka itu pada awalnya adalah saksi. Oleh karena itu harus ada supervisi oleh KPK agar Kejaksaan Agung lebih serius. Apalagi KPK bisa masuk ke segala sektor,” ujarnya.

Fickar mensinyalir bahwa Lin Che Wei, selalu Staf Khusus (Stafsus) Menkoperek Airlangga Hartarto ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Lin Che Wei juga sebagai konsultan perusahaan pengekspor CPO (Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musimass Group).

Selaku pengekspor yang diuntungkan dari kebijakan tersebut, Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musimas Group kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

“Dampak dari keputusan mencabut HET dan DMO telah merugikan, kebutuhan domestik dalam negeri dan sulit untuk mencari minyak goreng dan jika ada harganya mahal,” katanya.

Sementara itu, pengamat hukum Andrean Saifudin mengatakan, dibutuhkan dukungan publik agar kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya ini menyentuh semua pihak yang diduga terlibat.

“Kejagung juga harus semangat mengungkap siapa saja yang menerima aliran dana tersebut,” ujarnya.

Ia mensinyalir masih banyak pihak yang diduga belum tersentuh, terlebih lagi angka kerugian keuangan negaranya sangat besar. Menurutnya, tidak mungkin kasus ini hanya melibatkan 5 orang serta tiga korporasi. “Kita harus mengawal, rekomendasi PPATK sangat penting,” ujarnya.

139