Home Hukum Kurator Divonis Gelembungkan Tagihan, Pakar Hukum: Tingkatkan Pengawasan

Kurator Divonis Gelembungkan Tagihan, Pakar Hukum: Tingkatkan Pengawasan

Jakarta, Gatra.com – Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menguatkan vonis 2 tahun penjara terhadap dua kurator Rochmad Herdito dan Wahid Budiman. Ini merupakan buntut dari perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU) PT Alam Galaxy.

Majelis hakim tingkat banding tersebut dalam putusan Nomor 782/PID/2023/PT SBY tanggal 21 Agustus 2023 menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 1827/Pid.B/2022/PN.Sby tanggal 24 Mei 2003.

Majelis hakim menyatakan bahwa kedua kurator tersebut terbukti bersalah menggelembungkan atau me-mark-up nilai tagihan atau piutang kreditur dalam perkara PKPU PT Alam Galaxy di Surabaya.

Adapun piutang krediturnya senilai Rp98,1 miliar diglembungkan menjadi Rp220 miliar. Perbuatan kedua terdakwa tersebut mengakibatkan tidak tercapainya perdamaian (homologasi) antara kreditor dengan PT Alam Galaxy.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Borobudur Jakarta, Prof. Fasial Santiago, menilai putusan pengadilan terhadap dua orang oknum kurator tersebut adalah tepat dan momentum untuk bersih-bersih peradilan dari kurator nakal.

“Menurut saya sudah tepat kalau hakim menghukum kurator yang meng-up biaya,” kata Faisal dihubungi pada Jumat (8/9).

Ia berpandangan demikan, karena keberadaan pengurus atau kurator lancung ini bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap dunia peradilan. Perlu pengawasan berlapis terhadap profesi yang mempunyai peran penting dalam PKPU tersebut.

“Saya pikir peran pengawas perlu dilakukan lebih intens oleh organisasi kurator dan masyarakat,” katanya.

Faisal mengharapkan Mahkamah Agung (MA) menguatkan kedua putusan sebelumnya pada tingkat kasasi jika para pihak mengajukan upaya hukum agar memberikan efek jera bagi kurator.

“Sepertinya MA harus melakukan itu agar terjadi efek jera bagi kurator lainnya,” katanya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi (Usakti) Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, menyampaikan pandangan senada. “Sudah tepat, bahkan kuratornya bisa dipidanakan,” ujarnya.

Fickar menyampaikan, harus ada hukuman yang tegas terhadap pihak-pihak yang hendak memengaruhi peradilan, termasuk dalam perkara PKPU kreditor vs PT Alam Galaxy.

“Jika ada peluang pidananya bisa diproses. Demikian juga mereka yang memengaruhi peradilan, bisa diproses hukum jika memang ada bukti yang bisa dijadikan dasar,” ujarnya.

Kuasa hukum PT Alam Galaxy, Patra M. Zen, menyampaikan, dua putusan pidana yang diketok pengadilan terhadap dua kurator tersebut ?merupakan alarm bagi semua pengurus mapun kurator untuk menjalankan tugas dan kewenangan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Pengurus dan kurator bertanggung jawab untuk memastikan para pihak tidak ada yang dirugikan,” kata Patra.

Menurutnya, penggelembungan tagihan sangat merugikan debitur dan putusnya harapan terjadi perdamaian atau holomogasi. “Semestinya, debitur dapat mencapai perdamaian dan tidak pailit jika tagihan tidak diperbanyak jumlahnya," ujar dia.

Ia menyampaikan, salah satu tujuan hadirnya Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur yang tidak jujur maupun kreditur yang tidak beriktikad baik.

Sementara itu, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Miko Ginting, kepada wartawan menyampaikan, apabila ada pihak atau masyarakat yang menduga telah terjadi pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim agar melaporkannya ke KY.

Sebelumnya, pengadilan menyatakan terdakwa Rochmad dan Wahid selaku kurator tidak independen karena memihak kepada salah satu pihak. Akibat perbuatan tersebut PT Alam Galaxy merugi karena harus membayar utang dalam jumlah yang lebih besar kepada kepada dua kreditor.

Bukan hanya itu, majelis hakim Pengadilan Niaga Surabaya menyatakan perusahaan tersebut pailit karena kalah dalam voting perdamaian.

Atas perbuatan tersebut kedua terdakwa dihukum 2 tahun penjara karena terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 400 angka 2 juncto Pasal ?234 angka 2 UU Nomor 37 Tahun 2004.

591