Home Hukum Dinilai Kehilangan Objek, MK Tolak 2 Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

Dinilai Kehilangan Objek, MK Tolak 2 Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

Jakarta, Gatra.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk tidak menerima dua lagi permohonan uji formil yang menggugat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Adapun, gugatan tersebut berkaitan dengan batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Salah satu gugatan itu diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Arkaan Wahyu Re A dalam perkara nomor 91/PUU-XXI/2023. Dalam gugatan itu, pemohon meminta agar batas usia minimal capres-cawapres diturunkan menjadi 21 tahun.

Sementara itu, satu gugatan lainnya diajukan oleh perorangan atas nama Melisa Mylitiachristi Tarandung dalam perkara nomor 92/PUU-XXI/2023. Dalam gugatan itu, permohon meminta agar batas usia minimal capres-cawapres diturunkan menjadi 25 tahun.

"Menyatakan, permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK RI, pada Senin (16/10).

MK menilai, permohonan dalam kedua gugatan itu telah kehilangan objek, sehingga tidak lagi relevan bagi MK untuk mempertimbangkan kedudukan hukum pemohon dan pokok permohonan. Selain itu, MK juga berpandangan bahwa permohonan yang diajukan oleh Pemohon kehilangan objek.

"Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya," ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam persidangan tersebut.

Sebagaimana diketahui, pada hari ini, MK telah menyidangkan tujuh perkara yang menggugat Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017. Ketujuhnya meminta agar batas usia capres-cawapres diturunkan dari syarat semula, yakni minimal 40 tahun.

Di samping dua perkara itu, ada pula gugatan yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam perkara nomor 29/PUU-XXI/2023. Dalam petitumnya, para pemohon meminta agar batas usia minimal capres-cawapres diubah menjadi 35 tahun. Namun, gugatan tersebut telah ditolak oleh MK karena dinilai tidak beralasan menurut hukum.

Selain itu, MK juga menggelar sidang perkara atas gugatan serupa yang diajukan oleh Partai Garuda dengan nomor 51/PUU-XXI/2023 dengan permohonan untuk mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara. Gugatan itu pun telah ditolak oleh MK karena dinilai tidak beralasan menurut hukum untuk seluruh petitumya.

MK juga menyatakan telah menolak gugatan serupa lainnya yang diajukan oleh sejumlah pimpinan daerah dan sederet wilayah di Indonesia, dalam perkara nomor 55/PUU-XXI/2023. Adapun, dalam petitumnya, para pemohon meminta agar batas usia minimal capres-cawapres diubah menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

MK mulanya juga dijadwalkan untuk menyidangkan perkara nomor 105/PUU-XXI/2023 yang menggugat penurunan batas usia minimal menjadi 30 tahun. Namun demikian, gugatan tersebut telah ditarik dari MK dan penarikannya telah dikabulkan pada hari ini.

Meski keenam gugatan lain berujung pada penolakan, MK akhirnya mengabulkan satu gugatan serupa yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru. Dalam gugatan itu, pemohon meminta agar batas usia minimal capres-cawapres tetap pada usia 40 tahun, kecuali pernah menjabat sebagai Kepala Daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

MK pun memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Pasalnya, MK menilai bahwa permohonan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 telah secara tegas menyebutkan syarat 'berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi' sebagai syarat alternatif di samping batas usia minimal capres-cawapres.

Hal itu berbeda dengan petitum sebelumnya yang diajukan oleh PSI, Partai Garuda, maupun sejumlah pimpinan daerah, ang dinilai ambigu karena tidak mencantumkan secara spesifik "jabatan penyelenggara negara" yang dimaksud sebagai syarat alternatif pengajuan capres-cawapres di samping batas usia minimal.

Sebab, "penyelenggara negara" dapat dimaknai secara luas sebagai pejabat negara yang dipilih melalui penunjukkan ataupun yang dipilih langsung oleh masyarakat dalam pemilu. Sementara itu, jabatan kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota merupakan jabatan yang dipilih melalui pemilu.

Dengan demikian, selengkapnya norma yang diujikan dalam gugatan tersebut dapat berbunyi, 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah'.

75