Home Nasional Mahasiswa Serukan Reformasi Jilid II

Mahasiswa Serukan Reformasi Jilid II

Jakarta, Gatra.com – Sujumlah aktivis mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta mulai menyerukan aksi Reformasi Jilid II. Pasalnya, 26 tahun Reformasi masih jauh panggah daripada api, di antaranya biaya kuliah semakin mahal serta Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) semakin merebak.

“Menurut saya hanya ada satu cara untuk melakukan perubahan, adakan Reformasi Jlid II,” kata Rahman Hakim, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politilk Universitas Bung Karno (Fisip UBK) Jakarta di Front Penyelamat Reformasi Indonesia, Jakarta, pada Kamis petang (23/5).

Rahman dalam diskusi bertajuk “Pendidikan Mahal! Orang Miskin Dilarang Sekolah!!!” yang merupakan rangkaian kegiatan dari Peringatan 26 Tahun Reformasi tersebut, menyampaikan, Reformasi pada tahun 1998 atau Reformasi pertama mengubah sistem ketatanegaraan.

“Reformasi petama 98 mengubah sistem ketatanegaraan, mulai dari keotoriteranan sampai dengan demkorasi yang sekarang kita nikmati,” ujarnya.

Sayangnya, setelah bergantinya pemerintahan hingga dua periode Joko Widodo (Jokowi) KKN meraja lela lagi. Aturan main bernegara mulai dikangkangi oleh penguasa yang mementingkan kelompoknya saja.

“Tidak pentingkan rakyat-rakyat kecil. Untuk cacat-cacatnya para kementerian, bukan hanya [di Kementerian] Pendidikan,” ujarnya.

Salah satu peyebabnya, lanjut Rahman, yakni penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) Jokowi bukan pada satu instansi, melainkan hampir seluruh intansi di negara ini.

“Seluruh instansi-instansi negara ini dia pegang, bagaimana dia menggunakan aparat penegak hukum untuk melakukan kepentinganya saja. Bagaimana dia melakukan aksi-aksi bansos untuk kepentingan anaknya,” kata dia.

Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Muhammad Rifqi Soekarno, mengatakan, Reformasi Jilid II akan segera datang jika semua elemen di negeri ini mengikhtiarkannya.

“Reformasi jilid II akan segera datang, tergantung bagaimana kerja-kerja nyata di lapangan,” katanya.

Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Muhammad Rifqi Soekarno (Karno), mengatakan, aksi-aksi harus terus dijalankan. Beraca pada upaya Reformasi yang dilakukan cukup panjang, mungkin sejak 1970 hingga puncaknya bisa menumbangkan rezim otoriter pada 1998.

“Untuk mewujudkan Reformasi maka kita ikhtiarkan Reformasi itu, bagaimana kita berjuang tidak sebatas periodedisasi saja,” ujarnya.

Aksi-aksi ini harus melibatkan semua elemen masyarakat. “Diperlukan kerja-kerja organisasi dan massa yang nyata. Tahapan-tahapan Reformasi itu kita harus punya cita-cita yang ideal, baik itu ideologi dan sebagainya karena dia akan membimbing kita,” katanya.

Mahasiswa Universitas Trisaksi (Uksakti) Jakarta, Dimas Setiawan, mengatakan, ia sepakat perlu dilakukan Reformasi Jilid II karena jalannya pemerintahan sudah jauh dari cita-cita Reformasi 1998, di ataranya di bidang pendidikan yang kian hari semakin mahal.

“Kita semua sadar soal pendidikan yang sulit, kebijakan-kebijakan publik di pemerintahan Jokowi sangat kebelinger,” katanya.

Senada dengan Karno, aksi Reformasi Jilid II ini harus tidak cukup hanya melibatkan mahasiswa, tetapi harus dilakukan bersama-sama eleman masyarakat lainnya, seperti buruh, petani, dan sebagainya.

“Akhirnya terkonsolidasi kekuatan karena mersakan keresahan yang sama yang tertuang di tuntutan Reformasi, bakan sekarang salah satu tuntutan Reformasi itu KKN, itu berjalan subur,” katanya.

Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Yukenriusman Hulu, mengatakan, pihaknya secepatnya akan melakukan konsolidasi di internal mahasiswa dan ke berbagai elemen lainnya.

“Konkretnya, step yang pertama, berikan kami waktu untuk melakukan konsolidasi terlebih dahulu. Yang terakhir, perlawanan! Kita turun untuk sampaikan aspirasi kita,” ujarnya.

Senda dengan Yuken, Ketua BEM ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Namsianto Wakhid, mengatakan, pihaknya akan menggencarkan konsolidasi baik kepada mahasiswa dan berbagai elemen bangsa lainnya.

“Bicara Reformasi Jilid II kami akan konsolidasi secara akbar. Mahasiswa-mahasiswa yang hari ini punya hati nurani bukan pikirkan perutnya sediri. Hari ini menjadi penentu ke depan bagaimana kita akan alami pendidikan sepeti ini, itu yang harus kita pegang bersama. Itu harus menjadi dasar bahwa pemerintah hari ini yang membuat buruk keadaan, ini akan jadi malapetaka besar di kemudian hari,” katanya.

42

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR