Home Ekonomi Menko Darmin Klaim Urusan Pangan Bikin Pusing

Menko Darmin Klaim Urusan Pangan Bikin Pusing

Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menceritakan berbagai pengalaman dan kesan selama menjadi menteri dalam acara Ngopi Teko (Ngobrol Pintar Tentang Ekonomi) di kantornya, Jakarta, Jumat (18/10).
 
"Sebenarnya saya ingin menyampaikan, yang paling membingungkan [mengenai] koordinasi adalah beberapa komoditi [pangan]. Enggak usah disebut menterinya dulu ya. Yang paling ruwet, persoalan kita adalah satu, beras. Kedua adalah gula. Ketiga, daging," ujarnya disambut tawa hadirin.
 
Darmin mengatakan, terpaksa mengimpor daging kerbau untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selanjutnya, ia terpaksa mengimpor daging kerbau untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini karena sulit untuk menurunkan harga daging karena memiliki 70 jenis, tetapi hanya tertulis daging dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS).
 
"Paha kiri dan paha kanan lain. Apalagi punggung lain sama sekali, kadang-kadang muncul bawang putih dan telor. Intinya pertanian," ujarnya. 
 
Selanjutnya hal lain yang membuatnya pusing adalah perbedaan data mengenai pangan. Ia mencontohkan, perbedaan data mengenai produksi beras nasional. Pada masa jabatannya,  penghitungan produksi beras kini mengacu pada metode Kerangka Sampel Area (KSA) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan yang disepakati bersama untuk menghitung produksi beras.
 
"Walaupun, jangan menganggap udah selesai data yang keluar Menteri Amran dan begitu sekarang mulai di-challenge. Akan ada diskusi lagi keliatannya kalau agak mengubah terlalu banyak," tambahnya.
 
Darmin juga menceritakan selalu terjadi perbedaan data luas lahan sawah yang membuat ini sulit dicari jalan keluarnya. Ia mengatakan, alasan ini terkait pemberian subsidi pupuk bagi para petani yang tidak bisa dikurangi. Kini, perhitungan luas lahan baku sawah mengacu pada data Kemententerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
 
"Nanti subsidinya bisa dipotong, yang di luar bagaimana ceritanya. Tidak hanya persoalan raisonal. Ini persoalan ketakutan macam-macam. Kemudian, ia mengaku harus pasang badan ketika mengambil keputusan untuk impor suatu komoditas pangan. Begitu kesimpulannya kurang [suplai] impor, dicaci maki seluruh republik, itu risikonya," katanya. 
96