Jakarta, Gatra.com- PT MRT Indonesia mencatatkan pencapaian di tahun 2019. Berdasarkan data, terdapat 91 ribu penumpang MRT per hari. Angka ini memenuhi target yang dibuat sebelumnya.
Presiden Direktur PT MRT Indonesia, William Sabandar menuturkan, pendapatan yang didapat dari hasil tiket sekitar Rp180 miliar. Sedangkan pendapatan nontiket sebesar Rp225 miliar. Dari jumlah tersebut, biaya operasi sebesar Rp940 miliar dari Rp1 triliun pendapatan (selama sembilan bulan), sehingga perusahaan memperoleh laba sekitar Rp60 miliar.
"Ada tiga jenis pendapatan yakni farebox, non-farebox, dan subsidi. Paling banyak berasal dari non-farebox, 55% asalnya dari advertising. Apabila ini berkelanjutan, maka bisa memperoleh laba lebih besar. Jadi tidak bergantung terhadap subsidi pemerintah," katanya di Wisma Nusantara, Jakarta, Rabu (27/11).
William mengatakan, meski perusahaan di bawah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), tetapi ia menginginkan MRT dapat mandiri. Ia menargetkan, pada 2030 sudah tidak bergantung pada subsidi pemerintah. Meski hingga saat ini, ia masih bertumpu pada subsidi.
"Dari harga tiket yang semula Rp30.000 disubsidi, sehingga bisa Rp10.000. Pendanaan datang dari pemerintah pusat Rp16 triliun (49%) dan Pemprov DKI Jakarta 51%. Ini angka willing to pay. Utangnya bukan PT MRT yang bayar, tetapi pemerintah. Tidak dibebankan kepada kita," tuturnya.
Ia berharap, beberapa tahun kemudian bisa menjadi perusahaan komersial. Untuk menghilangkan subsidi, angka dividen harus Rp900 miliar. Oleh karena itu, saat ini sedang dipacu melalui pendapatan non-farebox melalui berbagai lini bisnis.
Memanfaatkan lokasi stategis di beberapa stasiun, PT MRT Indonesia bekerja sama dengan pemerintah dan pengembang properti mengembangkan konsep transit-oriented development (TOD). Properti yang nantinya dibangun, diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan di bawah Rp18 juta per bulan.
Melalui pembangunan properti ini, William berencana menjadikan kawasan sekitar stasiun MRT agar tidak kumuh. Selain itu, perusahaan ini juga mendapatkan pendapatan tambahan selain hasil penjualan tiket dan advertising.
"Nantinya ada ruang terbuka hijau, pedestrian desk, dan revitalisasi kawasan sungai. Waktu pengembangan dalam tiga tahun. Fase pertama di kawasan Stasiun Dukuh Atas," katanya.
Presdir PT MRT Indonesia ini mengatakan, apabila selama tiga tahun berturut-turut ada keuntungan, maka perusahaan mengusulkan initial public offering (IPO) di tahun 2022. Untuk mencapai itu, terobosan yang harus dijaga yakni mempertahankan supaya perusahaan sehat dan menerapkan pelayanan premium.
Seperti diketahui, sebelumnya PT MRT Indonesia pernah mengalami kerugian pada tahun lalu sebesar Rp132 miliar. Oleh karena itu, ia berharap tidak ada depresiasi terhadap sarana. Apalagi saat ini kisaran keuntungan belum disinkronkan dengan panduan rancang kota (PRK).
"PRK belum ditandatangani. Tunggu peraturan gubernur. Saya ingin bulan ini bisa terbit," katanya.