Home Kesehatan 90 Persen Masalah Mental Indonesia Tak Tertangani

90 Persen Masalah Mental Indonesia Tak Tertangani

Yogyakarta, Gatra.com - Tingginya kesenjangan pelayanan kesehatan fisik dibandingkan kesehatan jiwa menjadikan hampir 90 persen masalah mental masyarakat Indonesia tidak tertangani. Pandemi diprediksi bakal menghadirkan 'the longest and the darkest effect of pandemic' pada anak-anak dan remaja.
 
Fakta dan keprihatinan masalah kejiwaan ini disampaikan dua pemerhati masalah kejiwaan dari Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FKIK UMY) Warih Andan Puspitosari dan Kepala Center for Public Mental Health CPMH Fakultas Psikologi Universita Gadjah Mada (UGM) Diana Setiyawati.
 
"Pelayanan kesehatan atau masalah mental di Indonesia belum merata dibandingkan kesehatan fisik. 90% orang Indonesia belum mendapatkan penanganan yang tepat untuk masalah mentalnya di enam bulan pertama," kata Warin dalam rilis yang diterima Gatra.com, Senin (11/10).
 
Ditengah apresiasi Warin karena kesadaran masyarakat cukup baiknya yang dibuktikan banyaknya platform digital, organisasi dan LSM yang bergerak di bidang kesehatan mental. Namun hal ini dipandang tidak cukup.
 
Pasalnya masalah kesehatan mental adalah masalah yang tidak pandang bulu, setiap orang bisa mengalami ini baik anak-anak maupun dewasa.
 
"Anak anak juga bisa stres, bisa cemas dan lain-lain tetapi memang manifestasinya akan berbeda dengan seseorang di usia remaja atau dewasa. Sehingga awareness kita terhadap masalah mental anak-anak itu juga sama pentingnya," katanya.
 
Pandangan senada juga disampaikan Diana Setiyawati. Dalam penelitian yang dilakukan bersama dengan Dinas Kesehatan seluruh Kabupaten/Kota. Ditemukan fakta bahwa selain membawa masalah pendidikan dan masalah kemiskinan, pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak anak-anak yang kehilangan ayah-ibunya.
 
"Dampak psikisnya mungkin belum terlihat signifikan saat ini, meski tekanannya sangat terasa nyata. Namun perubahan pola asuh karena perubahan konstelasi keluarga atau perubahan ekonomi keluarga, sangat berpotensi membawa dampak psikis jangka panjang," katanya.
 
Para ahli perkembangan, menurut Diana memprediksikan anak-anak dan remaja yang kehilangan orang tua akan mengalami  "the longest and the darkest effect of pandemic' yang harus diantisipasi dan dikelola.
 
Bersama timnya, Diana mengusulkan solusi yang dilakukan adalah melakukan pendekatan kepada anak-anak dan remaja sepanjang rentang kehidupan. Pendekatan ini harus melibatkan semua sektor mulai dari masyarakat, sekolah, organisasi kerja dan elemen masyarakat lain.
 
"Kesehatan jiwa berkaitan dengan kualitas hidup kita, produktivitas, dan wajah generasi masa depan anak bangsa. Membangun sistem kesehatan jiwa, berarti mengupayakan kualitas hidup yang lebih baik, lebih maju dan produktif," kata Diana.

 

312