Home Kesehatan Hari TB Sedunia, PDPI Ungkap Indonesia Banyak Tantangan Tanggulangi Tuberkulosis

Hari TB Sedunia, PDPI Ungkap Indonesia Banyak Tantangan Tanggulangi Tuberkulosis

Jakarta, Gatra.com - Bertepatan dengan Hari Tuberkulosis (TB) sedunia pada 24 Maret 2023, Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) bersama Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) lakukan konferensi pers terkait kerja sama untuk penanganan dan pencegahan tuberkulosis di Indonesia yang sudah dilakukan oleh keduanya sejauh ini. Kerja sama ini meliputi pelayanan, pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat.

Berdasarkan data TB Report 2022, Indonesia merupakan penyumbang kasus TB kedua terbesar di dunia, setelah negara India dengan estimasi jumlah kasus baru sebanyak 969.000 dan 144.000 kasus kematian per tahunnya. Sayangnya, data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum sempat diobati dan disembuhkan dari penyakit TB karena angka kematiannya yang masih tinggi.

Ketua Umum PDPI, dr. Agus Dwi Susanto menyebut bahwa TB merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menyerang hampir semua organ tubuh. TB sendiri disebabkan oleh infeksi kuman mikrobacterium TB yang dapat masuk ke dalam paru-paru dan saluran napas, serta dapat menyebabkan keluhan pernapasan, seperti sesak, batuk kronis, dan penularannya melalui droplet.

"Tentunya, TB ini juga menyerang organ-organ lain di seluruh tubuh, bukan hanya paru. Oleh karena itu, (TB) dikenal sebagai great immitator. Hampir semua organ tubuh kita bisa kena TB, kecuali rambut dan kuku," ujar dr. Agus.

Dokter spesialis paru RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, dr. Irawaty Djaharuddin mengatakan bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai target dan strategi eliminasi TB nasional pada tahun 2030. Namun, hingga saat ini masih banyak kendala yang dihadapi untuk menanggulangi TB di Indonesia.

Ia menyebut, beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain rendahnya angka penemuan kasus TB di Indonesia. Rendahnya kasus TB di Indonesia disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, sehingga mereka tidak memeriksakan diri sedari dini ke dokter saat terkena TB. Selain itu, ia juga mengungkap bahwa angka keberhasilan pengobatan TB masih belum mencapai target.

"Kendati demikian, masih banyak kendala yang ditemui di lapangan dalam upaya menangani TB, antara lain angka keberhasilan pengobatan yang belum mencapai target. Keberhasilan pengobatan ditunjang oleh pengobatan yang tepat, dari tenaga kesehatan, kualitas dan ketersediaan obat sesuai standar, kepatuhan pasien, tata laksana efek samping obat yang memadai, serta sistem pendukung lain sebagai alternatif untuk menunjang keberhasilan pengobatan," kata dr. Irawaty.

Sementara itu, Sekretaris PPTI, dr. Tutuk Kusmiati mengungkap ada dua jenis umum TB berdasarkan uji kepekaan obat, yakni pasien TB resisten obat dan TB sensitif obat. Jenis ini didasarkan pada seberapa banyak obat TB yang dapat pasien konsumsi selama melakukan pengobatan.

"Sementara klasifikasi TB berdasar uji kepekaan obat, (ada) TB kebal obat atau TB resisten obat dan juga TB sensitif obat. TB kebal obat ini sudah macam-macam sekali, ada (TB) monoresisten berarti satu saja yang kebal. Kemudian, Rifampisin Resisten, Polyresisten (atau) lebih dari satu yang kebal. (TB) MDR ini lebih dari dua obat yang kebal. (TB) Pre-XDR dan XDR," jelas dr. Tutuk.

Hingga Februari 2023, data penemuan kasus TB di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 74% dan dengan 86% pasien telah melakukan pengobatan. Dari data pasien yang telah diobati, angka keberhasilan pengobatan untuk pasien dengan TB sensitif obat sebanyak 85%. PDPI mengungkap bahwa angka ini belum mencapai target mereka sebesar 90%. Sementara itu, pasien TB resisten obat memiliki angka keberhasilan pengobatan yang lebih rendah, yaitu sebesar 51% dengan target awal mencapai 80%.

Dengan berbagai tantangan yang ada, PDPI bersama PPTI dan pemerintah berusaha untuk meningkatkan upaya serta kerja maksimal agar target eliminasi tuberkulosis sesuai Peraturan Presiden No 67 tahun 2021 dapat tercapai. WHO juga sudah mengeluarkan lima pedoman yang juga dapat diterapkan di Indonesia. Pertama, tentang terapi pencegahan tuberkulosis. Kedua, tentang screening sistematik untuk penyakit TB. Ketiga, tes cepat deteksi TB. Keempat, pengobatan untuk pasien TB resisten obat. Terakhir, praktik untuk membahas bagaimana menangani kasus TB anak dan dewasa.

321