Home Politik Akademisi: Produk Legislasi DPR Buruk, Makanya Sering Diuji ke MK

Akademisi: Produk Legislasi DPR Buruk, Makanya Sering Diuji ke MK

Jakarta, Gatra.com - Dosen ilmu politik dan kepemiluan Universitas Sam Ratulangi Manado Sulawesi Utara, Ferry Daud Liando, menyoroti fungsi legislasi anggota DPR RI. Ia mengatakan bahwa anggota parlemen di Senayan menunjukkan kinerja yang buruk dalam memproduksi UU.

“Kemudian kualitas UU kita buruk. Itulah kenapa barangkali banyak UU kita di-JR di MK karena memang bayak UU kita yang ternyata tidak sesuai ekspektasi. Ini MK jadi harus menerima aspirasi semua,” kata Ferry dalam webinar yang digelar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Idnonesia (MIPI), Sabtu, (8/4).

Contoh terbaru saja, sekelompok orang yang menamai dirinya Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) baru saja mengajukan uji formil dan materiil terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Persetujuan atas Penetapan peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja).

Koordinator GEKANAS, R. Abdullah, mengatakan bahwa uji formil dan materiil yang diajukan oleh gerakan tersebut merupakan berdasar pada penilaian bahwa UU itu tidak layak disahkan. Ia menambahkan pihaknya telah melakukan kajian yang dilakukan oleh 18 serikat buruh secara nasional, termasuk akademisi dan peneliti.

“Bersepakat bahwa UU ini tidak layak untuk dipertahankan. Atas dasar itu maka kita menggugat untuk dibatalkan,” kata Abdullah dalam konferensi pers di Gedung MK, Kamis, (6/4).

Sebelum disahkan menjadi UU di Senayan, atau saat masih dalam bentuk Perppu, beleid tersebut juga sempat dijui formil ke MK oleh sejumlah 13 serikat pekerja. mereka mendalilkan Perppu Cipta erja cacat hukum arena tidak memenuhi syarat pembentukan peraturan perundang-undangan.

Jauh sebelum itu, pada 2021 lalu, MK bahkan mengeluarkan keputusan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dalam putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020. Kala itu, MK mengeklaim bahwa untuk pertama kalinya sejak berdiri, MK mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil. MK menilai UU Cipta Kerja cacat formil.

“Menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan,’” kata Hakim MK, Anwar Usman, yang kala itu didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.

Bagi Ferry, peristiwa itu menjadi salah satu cerminan betapa buruknya kinerja anggota legislatif di Senayan. Selain kerap memproduksi UU yang buruk, kata dia, anggota DPR dan juga DPRD cenderung korup lantaran menjadi pejabat publik yang paling sering diciduk KPK, menunjukan krisis moral, hingga kerap tunduk kepada ketum parpol alih-alih kepada kehendak rakyat yang diwakilinya.

“Ini hampir setiap tahun lembaga survei melakukan survei terkait penilaian lembaga-lembaga publik di Indonesia. Ini tidak pernah berubaha posisinya. Selalu DPR yang paling tidak dipercaya oleh publik,” kata Ferry.

43