Jakarta, Gatra.com - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto meminta pemerintah untuk mengevaluasi tata kelola dan tata niaga batu bara agar tercipta keadilan bagi masyarakat. Permintaan itu Mulyanto tuturkan seiring dengan melonjaknya harga batu bara global.
Ia pun mengaku prihatin, karena kenaikan harga emas hitam di pasar internasional itu dipandangnya justru membuat kesenjangan di masyarakat semakin melebar.
"Pengusaha dapat keuntungan ratusan triliun, sementara masyarakat dan pemerintah daerah penghasil batu bara hanya mendapat royalti sebesar puluhan miliar," ujar Mulyanto sebagaimana dikutip dari keterangannya, pada Rabu (26/4).
Baca juga: Jika Produk Hilir Batu Bara Bebas Iuran, Pengamat: Negara Bakal Rugi Rp33,8 Triliun Per Tahun
Mulyanto pun menyoroti tingginya harga batu bara di pasar global membuat kekayaan sejumlah pemegang saham perusahaan melonjak signifikan. Beberapa di antaranya seperti pengusaha batu bara Low Tuck Kwong dan Dewi Kam.
Adapun, berdasarkan data Forbes Real Time Billionaires per 17 April 2023, Raja batubara Low Tuck Kwong terpantau masih menempati posisi pertama sebagai orang terkaya di Indonesia. Ia membukukan kekayaan sebesar US$29 miliar atau Rp429,01 triliun. Low Tuck Kwong mendulang kekayaannya lewat PT Bayan Resources Tbk (BYAN), yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Selatan.
Mulyanto pun menyoroti perusahaan itu turut mengerek nama Dewi Kam ke urutan delapan, dengan kekayaan US$4,7 miliar atau setara Rp69,5 triliun. Ia adalah pemilik saham minoritas sebesar 10% di perusahaan batu bara itu. Kekayaannya meroket hampir 100% seiring meningkatnya nilai saham Bayan Resources sebanyak tiga kali lipat pada 2022.
Mulyanto mengaku khawatir akan adanya potensi ketimpangan yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat daerah tempat perusahaan tambang batu bara tersebut berada. Oleh karena itu, ia mendesak Pemerintah untuk menata ulang aturan bisnis batu bara agar menjadi lebih baik. Ia memperingatkan, jangan sampai aturan yang ada hanya menguntungkan dan melindungi segelintir pengusaha saja.
Baca juga: Di Hannover Messe, Jokowi Sebut Seluruh PLTU Batu Bara Ditutup 2050
“Sementara masyarakat dan pemerintah daerah hanya mendapat remah-remah hasil penjualan sumber daya alam miliknya. Kejadian ini tentu akan melukai rasa keadilan masyarakat," kata Mulyanto.
Mulyanto memandang, pemerintah perlu mengatur besaran royalti proporsional terkait penjualan batu bara. Dengan demikian, peningkatan harga jual batu bara juga dapat membawa dampak positif bagi kemakmuran masyarakat.
Ia pun mendorong pemerintah untuk meningkatkan royalti progresif berbasis harga batu bara global dan menerapkan pembagian royalti yang lebih proporsional dan adil kepada daerah. Menurutnya, hal itu terbilang logis karena pemerintah daerah yang akan menanggung semua dampak kerusakan lingkungan atas eksploitasi batu bara yang dilakukan para pengusaha.
"Dengan booming harga batu bara dunia, secara langsung melejitkan saham dan kekayaan pengusaha batu bara. Sementara dampak lingkungan dan sosial bagi masyarakat sekitar tambang malah semakin membuat mereka menjerit," ucapnya