Jakarta, Gatra.com – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Cawapres) dari Prabowo Subianto cacat hukum.
“Majunya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden cacat secara hukum dan cacat secara etika,” kata Ghufron Mabruri, Direktur Imparsial, dalam pernyataan pers Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Selasa (7/11).
Ia menjelaskan, putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memecat Anwar Usman sebagai ketua MK menjadi tanda bahwa putusan atas gugatan Perkara No. 90 mengalami cacat hukum secara prosedural dan substansial.
“Keputusan MKMK itu menegaskan bahwa benar kolusi dan nepotisme sangat kental terjadi dalam Perkara Keputusan MK No. 90,” ujarnya.
Deputi Direktur WALHI, M. Islah, menyampaikan, keputusan MKMK sepatutnya tidak hanya memberhentikan Anwar Usman jadi Ketua MK tapi juga memberhentikan dia jadi hakim MK. Imbas dari kecacatan hukum dan pelanggaran etik tersebut berdampak pada pencawapresan Girban.
Ketua PBHI Nasional, Julius Ibrani, menambahkan, pihaknya menilai relasi kuasa antara rezim penguasa, MK, dan Gibran adalah bentuk relasi nepotisme yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecurangan dalam proses Pemilu.
“Majunya Gibran sebagai cawapres, tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat, dan dapat dipermasalahkan di masa yang akan datang,” ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, lanjut Julius, menilai bahwa? putusan MKMK semakin membenarkan terjadinya ketidakadilan di masyarakat serta menunjukan rusaknya sistem hukum di Indonesia.
Direktur Elsam, Wahyudi Jafar, menambahkan, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis memandang keputusan MKMK adalah semakin membenarkan kemunduran demokrasi terjadi di Indonesia.
“Kerusakan demokrasi yang dilakukan rezim yang berkuasa tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja,” katanya.
Kelompok Masyarakat Sipil dan Kelompok Pro-Demokrasi, harus kembali tampil ke publik dan merapatkan barisan demi menyelamatkan demokrasi dan hukum yang semakin terancam.
Sebelumnya, MKMK menjatuhkan sanksi pemberentian Anwar Usman sebagai ketua MK. Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik saat menangani gugatan Uji Materi Perkara No. 90 tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden.
MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagai mana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, yakni prinsip keberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, serta kepantasan dan kesopanan.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, YLBHI, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), dan KontraS.
Kemudian, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, dan Koalisi NGO HAM Aceh.
Selanjutnya, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), dan Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN).