Home Hukum Jaksa Sebut Proyek Tol MBZ Banyak Rekayasa Dokumen Kurangi Mutu Barang

Jaksa Sebut Proyek Tol MBZ Banyak Rekayasa Dokumen Kurangi Mutu Barang

Jakarta, Gatra.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menduga telah terjadi persekongkolan antara Mantan Dirut PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JCC), Djoko Dwijono dengan sejumlah pihak penyedia dalam pengerjaan proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau Jalan Layang Tol MBZ.

Persekongkolan terjadi antara para terdakwa dengan pihak KSO Waskita Acset untuk mengkondisikan spesifikasi dalam dokumen penawaran. Jaksa menjelaskan, pihak KSO Waskita Acset dengan sengaja mengosongkan dimensi pada tinggi steel box girder dan mutu slab.

“(Hal ini dilakukan) dengan maksud agar tidak terlihat ukuran tersebut yang nantinya dalam pelaksanaan desain Rencana Teknik Akhir (RTA) dapat menurunkan volume dan mutu menjadi lebih rendah dari spesifikasi khusus yang ditentukan,” ucap jaksa dalam pembacaan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (14/3).

Para terdakwa, yaitu Mantan Dirut PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JCC), Djoko Dwijono; Mantan Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas; Ketua Panitia Lelang JJC, Yudhi Mahyudin; dan Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganesatama Consulting, Tony Budianto Sihite disebutkan mengetahui akan tindakan KSO Waskita Acset dan tetap meloloskan dokumen penawaran dari Waskita.

Selain itu, persekongkolan juga terjadi ketika para terdakwa dan KSO Waskita Acset menyepakati untuk mengubah mutu slab beton yang akan digunakan. Desain awal proyek menentukan, slab beton yang digunakan dengan ketentuan fc’ 41,5 Mpa. Namun, hal ini berubah usai rapat tanggal 21 Juli 2017 yang bertempat di Hotel Geulis, Bandung Jawa Barat.

Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan KSO Waskita Acset, Management Konstruksi, Cheker Management Konstruksi dan PT LAPI Ganeshatama Consulting. Kemudian, terdakwa Tony Budianto Sihite mewakili PT LAPI memberikan sebuah presentasi untuk mengubah ketentuan slab beton yang digunakan.

Slab beton yang awalnya fc’ 41,5 Mpa diturunkan menjadi 30 Mpa. Lalu, yang awalnya menggunakan beton precast cetakan pabrik, juga diubah menjadi beton yang dicor di tempat atau in situ. Perubahan ini tentu mengurangi mutu beton yang digunakan dan tidak sesuai ketentuan awal.

Jaksa menjelaskan, perubahan ini menyebabkan keretakan di area linked slab dan keropos pada rongga-rongga beton. Alhasil, penampang jalan atau beton dan tulangannya menjadi tidak cukup kuat untuk menahan momen negatif akibat girder yang disambung.

Para terdakwa dan KSO Waskita Acset pun kembali melakukan persekongkolan.

“Maka, sebelum dilakukan tes beban atau loading test pada struktur yang akan diberikan tes beban, terlebih dahulu dilakukan penambahan tulangan dan penebalan beton untuk melakukan perkuatan, dengan tujuan agar dapat “lulus” tes beban,” jelas Jaksa.

Sejumlah perubahan dan penurunan bahan yang digunakan tentu mempengaruhi proyek akhir yang dihasilkan.

“Baik KSO Waskita Acset maupun KSO Bukaka KS tidak mengacu pada Rencana Teknik Akhir (RTA) sebagaimana disyaratkan, sehingga didapatkan kekurangan pada hasil pekerjaan,” kata jaksa.

Selain slab beton yang dikurangi kualitasnya, komponen steel box grider yang awalnya ditentukan berbentuk v shape dengan ukuran 2,80 m x 2,05 m bentangan 30m, pada pelaksanaan justru diubah menjadi steel box girder U terpasang dengan ukuran 2,350m x 2 m bentangan 60 m.

Steel box girder dengan bentangan 60m dinilai tidak memenuhi persyaratan keamanan AASHTO 2012 dan tidak memenuhi persyaratan keamanan menurut RSNI 03 2005.

“Hasil pekerjaan konstruksi tidak sesuai dengan spesifikasi teknis struktur yang mengakibatkan terjadinya ketidakamanan dan ketidaknyamanan pengguna jalan serta tidak dapat dilalui untuk jenis kendaraan golongan 3 sampai dengan golongan 5,” ucap jaksa.

Jaksa mengatakan, melihat hasil kerja yang akhirnya membahayakan pengguna jalan seharusnya tidak ada pencarian dana atau pembayaran kepada kedua pihak yang mengerjakan proyek ini.

Namun, pada tanggal 12 Maret 2020 justru terjadi realisasi pembayaran yang totalnya Rp12.743.595.570.905,.

Dalam perkara ini, Djoko Dwijono dan terdakwa lainnya dinilai telah merugikan negara sebesar Rp510.085.261.485,41.

Atas perbuatannya, para terdakwa dinilai melanggar dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU no.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU no.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

371