Home Gaya Hidup Menjelajahi Ketidakkekalan Kegembiraan Duniawi: Pameran 'Transitory Nature of Earthly Joy' oleh Albert Yonathan Setyawan

Menjelajahi Ketidakkekalan Kegembiraan Duniawi: Pameran 'Transitory Nature of Earthly Joy' oleh Albert Yonathan Setyawan

Jakarta, Gatra.com - Tumurun Museum, Surakarta, melansir “Transitory Nature of Earthly Joy”, sebuah pameran tunggal dari seniman Albert Yonathan Setyawan. Menyusul pameran survei di Museum Nasional Jogja (JNM) tahun lalu yang berjudul “Capturing Silence”, Albert Yonathan Setyawan kembali hadir dengan proyek terbarunya untuk Tumurun Museum kali ini

Judul “Transitory Nature of Earthly Joy” diambil dari salah satu karya yang pernah dipamerkan, yang berfokus pada gagasan tentang transisi, transformasi, ketidakkekalan, dan materialitas tanah liat. Di pameran ini, Albert Yonathan Setyawan menampilkan 12 karya baru yang terdiri dari 9 karya sebagai sebuah set instalasi yang terbuat dari tanah liat mentah, tanah kompos, benih, tanaman, dan bahan organik lainnya; dan 3 karya instalasi keramik (terakota).

“Transitory Nature of Earthly Joy”mengacu pada gagasan tentang bentuk yang secara bertahap diubah oleh kondisi alam. Kondisi tersebut pada akhirnya mengubah wujud dari keadaan awal menjadi sesuatu yang kurang permanen dan tidak dapat diprediksi. Sifat karya yang selalu berubah, terutama instalasi yang terbuat dari tanah liat mentah dan bahan organik, secara perlahan memunculkan kesan ketidakkekalan.

Baca Juga: Art to Cart: JDF dan ATST Dorong Seniman Raih Peluang Ekonomi

Sifatnya yang fana dan sementara diyakini seniman sebagai kebalikan dari salah satu kualitas yang dicari dalam pembuatan keramik, yaitu untuk mencapai kualitas bahan yang 'permanen', baik untuk tujuan teknis maupun estetika.Proyek ini sendiri dimulai pada tahun 2016 ketika Setyawan mulai bereksperimen dengan menanam benih di dalam tanah liat mentah yang belum dibakar dengan menambahkan tanah kompos dan bahan organik lainnya.

Pameran Transitory Nature of Earthly di Tumurun Museum (Dok. Mizuma Gallery)

Meski tidak dalam kondisi alamiahnya, beberapa benih bertunas dan tumbuh besar sehingga mengubah bentuk objek. Setyawan terkagum dengan hasil yang tidak dapat diprediksi ini. Hal ini juga bisa menjadi cerminan dari ketegangan yang dialami banyak seniman mono-material dalam berinteraksi dengan medium mereka. Setyawan ingin mengurangi keterlibatannya dan meminimalkan kendalinya atas bentuk akhir karyanya.

Nyatanya, akan sulit untuk menentukan keadaan final karya instalasi tersebut, karena sebagian benih dan tanaman mungkin akan terus tumbuh dan terus berubah bentuk, sedangkan sebagian yang lain mungkin akan mati dan membusuk, sehingga kondisi obyek akan berubah secara bertahap selama pameran yang akan berlangsung selama enam bulan.

Baca Juga: Estetika Adorno dalam Karya Suvi Wahyudianto di GoetheHaus Foyer

Objek-objek tersebut sendiri merupakan replika dari benda-benda yang berkaitan dengan praktik mendirikan altar yang biasa ditemukan di kuil atau candi Budha. Beberapa di antaranya merupakan replika guci yang biasa digunakan untuk menyimpan abu jenazah setelah proses kremasi. Setyawan memilih benda-benda tersebut karena mereka melambangkan kepercayaan akan akhirat.

Benda-benda yang biasanya dibuat agar tahan lama ini pada umumnya diyakini mewakili hubungan antara dunia kita dan dunia nenek moyang atau roh. Di karya ini, mereka disandingkan dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak akan bertahan lama dan yang akan terus berubah seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu judulnya “Transitory Nature of Earthly Joy”.

Pameran ini merupakan bentuk refleksi puitis tentang hakikat keberadaan manusia melalui eksplorasi materialitas tanah liat. “Transitory Nature of Earthly Joy” akan berlangsung dari 8 Juni 2024 hingga 12 Januari 2025 di Tumurun Museum, Surakarta, Indonesia.

152